Ali bin abi thalib
Selama pemerintahan Ali bin Abi Thalib
berlangsung, tidak ada masa sedikit pun dalam masa pemerintahannya itu yang
dapat dikatakan stabil. Ia menghadapi berbagai pergolakan dan konflik internal
di kalangan umat Islam. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa pada masanya
tidak ada peradaban yang penting dan tidak dihasilkan. Ada beberapa peradaban
yang dihasilkan pada masa Ali bin Abi Thalib, adalah sebagai berikut:
1.
Bidang Politik
a. Mulai berkembangnya paham demokrasi.
Paham demokrasi ini merupakan paham
yang dikembangkan dan dianut oleh kaum Khawarij.Menurut mereka khalifah atau
imam harus dipilih secara bebas oleh umat Islam.
b. Berdirinya partai-partai politik
Adanya partai-partai politik di kubu
umat Islam disebabkan oleh:
Golongan
Utsman dibawah pimpinan Muawiyah bin Abu Sufyan yang mengumandangkan semboyan
menuntut darah Utsman. Dua sahabat terkenal (Zubair dan Thalhah) dan isteri
Nabi Aisyah berpihak kepada golongan Utsman.
Golongan Ali, yang mana dalam golongan
tersebut terdapat dua golongan yang terkemuka, yaitu golongan Syi'ah dan
Kahawij.
Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI
Kalimantan, Volume 6 No.10 Oktober 2008 43
Partai-partai
politik tersebut berdampak pada adanya gangguan dan goncangan terhadap
sendi-sendi dalam Daulah Islamiyah yang masih berusia muda ini.
2. Bidang Ekonomi
a.
Perdagangan
Sistem kebijaksanaan perdagangan yang
diterapkan Ali tidak jauh berbeda dengan yang diterapkan oleh khalifah
sebelumnya, Umar bin Khattab. Ia hanya melanjutkan beberapa kebijakan yang
telah dibuat oleh Umar bin Khattab.
b.
Pertanian
Dalam sektor pertanian ini, khalifah
Ali mengelola beberapa tanah atau lahan yan telah diambilnya dari Bani Umayyah
dan para penduduk lainnya. Hal ini digunakan untuk menambah devisa negara.
c.
Mengelola dan melestarikan kembali
Baitul Mal
Baitul Mal merupakan suatu karya
budaya Islam yang berupa perbendaharaan negara dan mempunyai tanggung jawab
atas pengelolaan keuangan dan kas negara. Pada masa pemerintahan khalifah Ali,
ia dengan teguh mengikuti prinsip-prinsip yang telah diterapkan oleh khalifah
kedua Umar bin Khattab. Harta dan kekayaan masyarakat dikembalikan kepada
rakyat dengan adil dan merata.
3. Bidang Ilmu Pengetahuan
Ali yang dikenal sebagai orang jenis
(gerbang ilmu/ Bab al-ilm) menempati posisi yang unik sebagai
intelektalitas terbesar di antara para sahabat Nabi.Selain itu, ia juga dikenal
sebagai Bapak Ilmu pengetahuan, karena itulah pada masa pemerintahannya mulai
muncul dan berkembang beberapa ilmu pengetahuan, di antaranya adalah sebagia
berikut:
a.
Ilmu Nahwu dan Ilmu Lughah (Ilmu
Balaghah)
Ilmu nahwu dan ilmu lughah lahir dan
berkembang di Basrah dan Kufah. Hal ini disebabkan karena kedua kota tersebut
banyak bermukim berbagai kabilah Arab yang berbicara dengan bermacam-macam
dialeg bahasa, bahkan di sana juga banyak bermukim orang-orang Ajam yang
berbahasa Persia. Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah Pembina dan penyusun
pertama bagi dasar-dasar ilmu tata bahasa Arab tersebut yang kemudian
dilanjutkan oleh Abu Aswad ad-Duali.Dengan adanya ilmu itu, khalifah Ali
berjasa dalam memperbaharui gramatika tulisan Arab, dengan membuat rumus-rumus
tanda baca, seperti titik dan harakat untuk memudahkan kaum muslimin membaca
al-Qur'an atau berkomunikasi melalui tulisan.
b.
Ilmu Hadis
Dalam bidang ilmu hadis, khalifah Ali
bin Abi Thalib berusaha untuk memelihara hadis, dengan cara berhati-hati dalam
meriwayatkan suatu hadis.Hal ini terbukti dengan perkataannya: "Jika aku
mendengar suatu dari Rasul, maka semoga Allah memberi manfaat kepadaku dengan
apa yang Beliau kehendaki dari hadis itu. Jika orang lain meriwayatkan
kepadaku, maka aku memintanya bersumpah, dan jika mau bersumpah, maka aku
membiarkannya". Masa pemerintahan khalifah Ali diwarnai dengan masa
permulaan pemalsuan hadis, yang mayoritas dibuat oleh pendukungnya, Syiah yang
bertujuan untuk melawan politik dari musuh-musuh mereka. Golongan Syi'ah ini
membuat keuatamaan (fadha'il) dari sisi-sisi positif Ali dan menonjolkan
sisi-sisi negatif Muawiyah dan para pendukung Bani Umayyah. Dari kejadian
inilah, maka 'ulmu al-hadis dibuat dan dikembangkan oleh muhadditsin pada
masa itu.
c. Ilmu Mistik
Ahli mistik terkenal, Junaid
al-Baghdadi mengakui bahwa Ali memiliki otoritas paling tinggi dalam ilmu
mistik. Ali menghabiskan banyak waktu untuk mistik. Dari ilmu mistik inilah,
maka akan melahirkan apa yang disebut sekarang dengan ilmu tasawuf
d. Berkembangnya pemikiran Rasional (Teologi)
Proses perkembangan pemikiran muslim
tidak lepas dari adanya pergolakan politik pada masa kekhalifahan Ali, yang
menimbulkan perang Shiffin dan memunculkan golongan Khawarij. Golongan Khawarij
inilah yang pertama kali memprakarsai terhadap berkembangnya teologi/ilmu
kalam, yaitu tentang kufr.
4. Bidang Sosial
Dengan berkembangnya sistem politik di
masa khalifah Ali, maka hal tersebut mewarnai pola dan corak kehidupan
masyarakat pada waktu itu. Ali dikenal sebagai orang yan memiliki sikap
egalitarian yang sangat tinggi dan memberikan contoh sebagai sosok seorang
kepala negara yang berkedudukan sama dengan rakyat lainnya. Dalam sebuah kasus,
Ali berperkara di pengadilan dengan seorang Yahudi mengenai baju besi. Yahudi
tersebut dengan berbagai argumentasinya dan saksinya mengklaim bahwa baju
tersebut milikinya. Karena Ali tidak dapat mengajukan bukti-bukti dalam
pembelaannya, maka hakim memutuskan untuk memenangkan dan mengabulkan tuntutan
Yahudi tersebut.Ali ingin mengembalikan citra pemerintahan Islam sebagaimana
pada masa Abu Bakar dan Umar sebelumnya. Namun kondisi masyarakat yang kacau
balau dan tidak terkendali lagi menjadikan usaha Ali tidak banyak berhasil. Adapun
usasha-usaha yang dapat dilakukannya adalah sebagai berikut:
Mendirikan
beberapa madrasah sebagai tempat memberikan pelajaran dalam bentuk khalaqah di
masjid atau tempat pertemuan lainnya.Mengembangkan hukum Islam. Selain sebagai
khalifah, Ali juga dikenal sebagah seorang mujtahid yang agung dan ahli
hukum pada zamannya, dan terbesar di segala zaman. Ia mampu menetapkan
aturan-aturan pokok untuk kepentingan umat Islam secara keseluruhan dan
menyelesaikan semua masalah rumit dan yang paling musykil sekalipun. Hal ini
tergambar pada suatu riwayat yang mengisahkan tentang dua wanita bertengkar
memperebutkan
Ittihad
Mu’adz Bin Jabal
Muadz bin Jabal
bin Amr bin Aus al-Khazraji mendapat julukan Abu Abdurrahman. Dia termasuk
golongan anshor dan seorang bangasawan yang berasal dari Madinah yang termasuk
golongan orang yang pertama masuk Islam. Sosok Mua’dz bin Jabal digambarkan
sebagai seorang yang berbadan tinggi, cakep, putih bersih, besar kelopak
matanya, putih mengkilat giginya, berambut pendek lagi keriting, gagah perkasa,
berbudi bahasa dan manis tutur katanya serta cerdas dan cemerlang otaknya.
Mua’dz terbuka hatinya untuk menerima kebenaran Islam pada usia yang masih muda
18 tahun. Saat itu dia ikut di bai’at di Aqobah bersama 73 orang anshor lainnya.
Setelah di bai’at dia menjadi pendakwah di Madinah dan berhasil mengislamkan
beberapa sabahat yang terkemuka disana, salah satu diantaranya adalah Amr bin
al-Jamuh.
Ketika
Rosulullah Saw memutuskan berhijrah di Madinah, Mua’dz tidak menyianyiakan
kesempatan untuk selalu dekat dengan Rosulullah Saw dan mempelajari al-Qur’an
dan menimba banyak ilmu dari beliau. Oleh karena itu tidak mengherankan jika
kemudian dia menjadi sosok yang dikenal sangat menguasai ilmu agama dan orang
yang bisa membaca dengan sangat baik. Penguasaan ilmu terutama dalam hal ilmu
fikih menjadikannya seorang ahli fikih bahkan immamul fuqoha (pemimpin para
faqih) yang terkenal di kemudian hari. Dia juga dijuluki sebagai kanzul ilmu
yang berarti gudangnya ilmu. Para sahabat bahkan Rosulullah sendiri juga sangat
memuji kemampuannya dalam hal ilmu fikih. Hal ini juga pernah dinyatakan oleh
Umar bin Khattab yang mengatakan:” ” Barangsiapa yang ingin bertanya tentang
Al-Qur’an hendaknya ia datang kepada Ubay bin Kaab, dan barang siapa yang ingin
tanya tentang hukum halal dan haram, hendaknya ia datang kepada Mu’adz bin
Jabal. Dan barang siapa yang ingin bertanya tentang harta hendaknya ia datang
kepadaku. Sesungguhnya Allah menjadikanku tukang penyimpan (baitulmal)”.
Sementara Rasulullah sendiri juga pernah bersabda, “Umatku yang paling tahu
akan yang halal dan yang haram ialah Mu’adz bin jabal.”
Mu'adz bin Jabal
r.a. adalah seorang sahabat Nabi saw. yang terkenal cerdas. Otaknya cemerlang,
manis tutur katanya, dan ia termasuk salah satu dari enam sahabat Nabi yang
hafal Al-Qur'an saat itu. Dalam majelis, ia tidak memulai pembicaraan, kecuali
ada yang bertanya. Ketika berbicara, dari lisannya seolah muncul cahaya dan
mutiara.
Rasulullah saw
pernah mengutusnya ke Yaman sebagai hakim dan guru bagi penduduk setempat.
Beliau mengatakan dalam sepucuk surat yang dibawa Mu'adz r.a., "Aku utus
kepada kalian orang terbaik dari keluargaku."Sebelum Mu'adz r.a. berangkat
ke Yaman dalam rangka melaksanakan tugas hakim di sana, Rasulullah saw. bertanya,
"Dengan dasar apa kamu memutuskan perkara, wahai Mu'adz?"Mu'adz r.a.
menjawab, "Dengan Kitab Allah (Al-Qur'an)."Jika tidak kamu jumpai
dalam Kitab Allah?" tanya Rasulullah saw."Aku putuskan berdasarkan
sunnah Rasulullah," jawab Mu'adz.
Beliau bertanya lagi, "Jika tidak kamu jumpai dalam sunnah Rasulullah?"
Beliau bertanya lagi, "Jika tidak kamu jumpai dalam sunnah Rasulullah?"
Mu'adz r.a.
menjawab, "Aku akan berijtihad mengoptimalkan akal
pikiranku."Rasulullah saw. pun membenarkan ucapan Mu'adz seraya berkata,
"Segala puji hanya bagi Allah yang telah memberikan petunjuk-Nya kepada utusan
Rasul-Nya”. Tentang Mu'adz bin Jabal r.a., Rasulullah saw. mengatakan,
"Orang yang paling mengerti tentang perkara halal haram di antara umatku
adalah Mu'adz bin Jabal.”Beliau juga pernah mengatakan, "Mu'adz bin Jabal
adalah pemimpin para ulama di hari kiamat nanti."
Di antara petuah
Mu'adz bin Jabal r.a. adalah, "Pelajarilah Ilmu apa saja yang kalian
inginkan karena Allah tidak akan memberi manfaat dari ilmu kalian hingga kalian
mengamalkannya."
pendiam, tak
hendak bicara kecuali atas permintaan hadirin. Dan jika mereka berbeda
pendapat dalam suatu hal, mereka pulangkan kepada Mu’adz untuk memutuskannya.
Maka jika ia telah buka suara, adalah ia sebagaimana dilukiskan oleh salah
seorang yang mengenalnya: “Seolah-olah dari mulutnya keluar cahaya dan mutiara”.
Dan kedudukan yang tinggi di bidang pengetahuan ini serta penghormatan Kaum
Muslimin kepadanya, baik selagi Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau
wafat, dicapai Mu’adz sewaktu ia masih muda. Ia meninggal dunia di masa
pemerintahan Umar, sedang usianya belum lagi 33 tahun. Mu’adz adalah seorang
yang murah tangan, lapang hati dan tinggi budi. Tidak suatu pun
yang diminta kepadanya, kecuali akan diberinya secara berlimpah dan dengan hati
yang ikhlas. Sungguh kemurahan Mu’adz telah menghabiskan semua hartanya.
Ketika
Rasulullah saw. wafat, Mu’adz masih berada di Yaman, yakni semenjak ia dikirim
Nabi ke sana untuk membimbing Kaum Muslimin dan mengajari mereka tentang seluk3eluk
Agama.Di masa pemerintahan Abu Bakar, Mu’adz kembali ke Yaman. Umar tahu bahwa
Mu’adz telah menjadi seorang yang kaya raya, maka diusulkan Umar kepada
khalifah agar kekayaannya itu dibagi dua. Tanga menunggu jawaban Abu Bakar,
Umar segera pergi ke rumah Mu’adz dan mengemukakan masalah tersebut.Mu’adz
adalah seorang yang bersih tangan dan suci hati. Dan seandainya sekarang ia
telah menjadi kaya raya, maka kekayaan itu diperolehnya secara halal, tidak
pernah diperolehnya secara dosa bahkan juga tak hendak menerima barang yang
syubhat. Oleh sebab itu usul Umar ditolaknya dan alasan yang dikemukakannya
dipatahkannya dengan alasan pula. Umar berpaling dan meninggalkannya.Pagi-pagi
keesokan harinya Mu’adz segera pergi ke rumah Umar. Demi sampai di sana, Umar
dirangkul dan dipeluknya, sementara air mata mengalir mendahului perkataannya,
seraya berkata: “Malam tadi saya bermimpi masuk kolam yang penuh dengan air,
hingga saya cemas akan tenggelam. Untunglah anda datang, hai Umar dan
menyelamatkan saya”
Kemudian
bersama-sama mereka datang kepada Abu Bakar, dan Mu’adz meminta kepada khalifah
untuk mengambil seperdua hartanya. “Tidak suatu pun yang akan saya ambil
darimu”, ujar Abu Bakar. “Sekarang harta itu telah halal dan jadi harta yang
baik”, kata Umar menghadapkan pembicarannya kepada Mu’adz.Andai diketahuinya
bahwa Mu’adz memperoleh harta itu dari jalan yang tidak Baik, maka tidak satu
dirham pun Abu Bakar yang shalih itu akan menyisakan baginya. Namun Umar tidak
pula berbuat salah dengan melemparkan tuduhan atau menaruh dugaan yang
bukan-bukan terhadap Mu’adz. Hanya saja masa itu adalah masa gemilang, penuh
dengan tokoh-tokoh utama yang berpacu mencapai puncak keutamaan. Di antara
mereka ada yang berjalan secara santai, tak ubah bagai burung yang terbang
berputar-putar; ada yang berlari cepat, dan ada pula yang berlari lambat, namun
semua berada dalam kafilah yang sama menuju kepada kebaikan.Mu’adz pindah ke
Syria, di mana ia tinggal bersama penduduk dan orang yang berkunjung ke sana
sebagai guru dan ahli hukum. Dan tatkala Abu Ubaidah — amir atau gubernur
militer di sana serta shahabat karib Mu’adz meninggal dunia, ia diangkat
oleh Amirul Mu’minin Umar sebagai penggantinya di Syria. Tetapi hanya beberapa
bulan saja ia memegang jabatan itu, ia dipanggil Allah untuk menghadap-Nya
dalam keadaan tunduk dan menyerahkan diri.
Umar r.a.
berkata:“Sekiranya saya mengangkat Mu’adz sebagai pengganti, lalu ditanya oleh
Allah kenapa saya mengangkatnya, maka akan saya jawab: Saya dengar Nabi-Mu
bersabda: Bila ulama menghadap Allah ‘Azza wa Jalla, pastilah Mu’adz akan
berada di antara mereka” .Mengangkat sebagai pengganti, yang dimaksud
Umar di sini ialah penggantinya sebagai khalifah bagi seluruh Kaum Muslimin,
bukan kepala sesuatu negeri atau wilayah.Sebelum menghembuskan nafasnya
yang,akhir, Umar pernah ditanyai orang: “Bagaimana jika anda tetapkan pengganti
anda?” artinya anda pilih sendiri orang yang akan menjadi khalifah itu, lalu
kami bai’at dan menyetujuinya. Maka ujar Umar: “Seandainya Mu’adz bin
Jabal masih hidup, tentu saya angkat ia sebagai khalifah, dan kemudian bila
saya menghadap Allah ‘Azza wa Jalla dan ditanya tentang pengangkatannya:
Siapa yang kamu angkat menjadi pemimpin bagi ummat manusia, maka akan saya
jawab: Saya angkat Mu’adz bin Jabal setelah mendengar Nabi bersabda: Mu’adz
bin Jabal adalah pemimpin golongan ulama di hari qiamat”
Pada suatu hari
Rasulullah saw, bersabda:“Hai Mu’adz! Demi Allah saya sungguh sayang
kepadamu. Maka jangan lupa setiap habis shalat mengucapkan: Ya Allah, bantulah
daku untuk selalu ingat dan syukur serta beribadat dengan ikhlas kepada-Mu”. Tepat
sekali: “Ya Allah, bantulah daku … ! “
Rasulullah saw.
selalu mendesak manusia untuk memahami makna yang agung ini yang maksudnya
ialah bahwa tiada daya maupun upaya, dan tiada bantuan maupun pertolongan
kecuali dengan pertolongan dan daya dari Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha
Besar.Mu’adz mengerti dan memahami ajaran tersebut dan telah menerapkannya
secara tepat. Pada suatu pagi Rasulullah bertemu dengan Mu’adz, maka tanyanya:
“Bagaimana keadaanmu di pagi hari ini, hai Mu’adz?”. “Di pagi hari
ini aku benar-benar telah beriman, ya Rasulullah, ujar Mu adz”. “Setiap
kebenaran ado hakikatnya, ujar Nabi pula, maka apakah hakikat keimananmu?”
“Ujar Mu adz: Setiap berada di pagi hari, aku menyangka tidak akan menemui
lagi waktu sore. Dan setiap berada di waktu sore, aku menyangka tidak akan
mencapai lagi waktu pagi . . . Dan tiada satu langkah pun yang kulangkahkan,
kecuali aku menyangka tiada akan diiringi lagi dengan langkah lainnya. Dan
seolah-olah kesaksian setiap ummat jatuh berlutut, dipanggil melihat buku
catatannya. Dan seolah-olah kusaksikan penduduk surga meni’mati
kesenangan surga. Sedang penduduk neraka menderita siksa dalam neraka. Maka
sabda Rasulullah saw.: Memang, kamu mengetahuinya, maka pegang teguhlah jangan
dilepaskan … !
Benar dan tidak
salah Mu’adz telah menyerahkan seluruh jiwa raga dan nasibnya kepada Allah,
hingga tidak suatu pun yang tampak olehnya hanyalah Dia. Tepat sekali gambaran
yang diberikan Ibnu Mas’ud tentang k6pribadiannya, katanya:“Mu’adz adalah
seorang hamba yang tunduk kepada Allah dan berpegang teguh kepada Agama-Nya.
Dan kami menganggap Mu’adz serupa dengan Nabi Ibrahim as” Mu’adz
senantiasa menyeru manusia untuk mencapai ilmu dan berdzikir kepada
Allah. Diserunya mereka untuk mencari ilmu yang benar lagi bermanfaat, dan
katanya:
“Waspadalah akan
tergelincirnya orang yang berilmu! Dan kenalilah kebenaran itu dengan kebenaran
pula, karena kebenaran itu mempunyai cahaya.Menurut Mu’adz, Ibadat itu
hendaklah dilakukan dengan cermat dan jangan berlebihan.Pada suatu hari salah
seorang Muslim meminta kepadanya agar diberi pelajaran. “ Apakah anda sedia
mematuhinya bila saya ajarkan? tanya Mu’adz. “Sungguh, saya amat berharap akan
mentaati anda! ujar orang itu. Maka kata Mu’adz kepadanya:“Shaum dan
berbukalah. Lakukanlah shalat dan tidurlah.Berusahalah mencari nafkah dan
janganlah berbuat dosa. Dan janganlah kamu mati kecuali dalam beragama Islam.
Serta jauhilah do’a dari orang yang teraniaya”. Menurut Mu’adz, ilmu itu ialah
mengenal dan beramal, katanya: “Pelajarilah segala ilmu yang kalian sukai,
tetapi Allah tidak akan memberi kalian manfa’at dengan ilmu itu sebelum kalian
meng’amalkannya lebih dulu”. Baginya iman dan dzikir kepada Allah ialah selalu
siap siaga demi kebesaran-Nya dan pengawasan yang tak putus-putus terhadap kegiatan
jiwa. Berkata al-Aswad bin Hilal:“Kami berjalan bersama Mu’adz, maka katanya
kepada kami: Marilah kita duduk sebentar meresapi iman”. “Mungkin sikap dan
pendiriannya itu terdorong oleh sikap jiwa dan fikiran yang tiada mau diam dan
bergejolak sesuai dengan pendiriannya yang pernah ia kemukakan kepada
Rasulullah, bahwa tiada satu langkah pun yang dilangkahkannya kecuali timbul
sangkaan bahwa ia tidak akan mengikutinya lagi dengan langkah berikutnya. Hal
itu ialah karena tenggelamnya dalam mengingat-ingat Allah dan kesibukannya
dalam menganalisa dan mengoreksi dirinya.
Sekarang tibalah
ajalnya, Mu’adz dipanggil menghadap Allah. Dan dalam sakaratul maut, muncullah
dari bawah sadarnya hakikat segala yang bernyawa ini; dan seandainya ia dapat
berbicara akan mengalirlah dari lisannya kata-kata yang dapat menyimpulkan
urusan dan kehidupannya.Dan pada saat-saat itu Mu’adz pun mengucapkan perkataan
yang menyingkapkan dirinya sebagai seorang Mu’min besar. Sambil matanya menatap
ke arah langit, Mu’adz munajat kepada Allah yang Maha Pengasih, katanya: “Ya
Allah, sesungguhnya selama ini aku takut kepada-Mu, tetapi hari ini aku
mengharapkan-Mu.Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa aku tidaklah mencintai dunia
demi untuk mengalirkan air sungai atau menanam kayu-kayuan. tetapi hanyalah
untuk menutup hawa di kala panas, dan menghadapi saat-saat yang gawat, serta
untuk menambah ilmu pengetahuan, keimanan dan ketaatan”
Lalu
diulurkanlah tangannya seolah-olah hendak bersalaman dengan maut, dan dalam
keberangkatannya ke alam ghaib masih sempat ia mengatakan:“Selamat datang hai
maut. Kekasih tiba di saat diperlukan. Dan nyawa Mu’adz pun melayanglah
menghadap Allah Kita semua kepunyaan Allah.
Hadis-hadis
Abu Hurairah lebih banyak dari sahabat yang lebih lama hidup bersama Nabi dan
bahkan lebih banyak dari Istri-istri Nabi Muhammad. Orang bertanya-tanya
bagaimana mereka harus menerangkan fakta ini. Begitu banyaknya hadis yang
diriwayatkannya telah mendorong ulama-ulama di zaman dahulu maupun sekarang
untuk mendiskusikan keandalan Abu Hurairah.
1.
Biografi singkat Abu Hurairah
Abu
Hurairah adalah Abdurrahman bin Sakhir bin Tsalabah bin Salim bin Fahmi bin
Ghanan bin Daws Al Yaman, dinisbatkan kepada Dausi bin Udtsan bin Abdillah bin
Zahran bin Ka’bah bin Al Harits bin Kalb bin Abdillah bin Malik bin Nashar bin
Syanuah bin Al Azd, Al Azd termasuk kabilah yang paling besar dan terkenal di
Arab dan dinisbatkan pula pada Al Azad bin Ghauts bin Nuhat bin Malik bin
Kahlan dari Arab Al Qathaniyah.
Para ahli
sejarah berbeda pendapat mengenai nama beliau, demikian pula tentang nama
ayahnya. Beliau sendiri menerangkan, bahwa di masa Jahiliyah beliau bernama Abu
Syams. Setelah memeluk Islam, beliau diberi nama oleh Nabi dengan Abdur Rahman
al-S}ahri atau Abdullah, ibunya bernama Maimunah, yang memeluk Islam berkat
seruan Nabi. Beliau lahir tahun 21 sebelum Hijriyah = tahun 602 M.
Abu
Hurairah datang ke Madinah pada malam futuh Khaibar pada bulan Muharram tahun 7
H. Lalu memeluk agama Islam. Setelah beliau memeluk Islam, beliau tetap beserta
Nabi dan menjadi ketua Jama’ah Ahlus Suffah, karena inilah beliau mendengar
Hadis Nabi. Abu Hurairah lahir di Yaman dan besar disana sampai ia berumur
lebih dari 30 tahun. Ia demikian bodoh dan tidak memiliki wawasan ataupun
pengetahuan. Ia adalah seorang papa yang pelupa oleh karena usianya, seorang
yatim yang diterjang kemiskinan, menjadi buruh ini dan itu pada laki-laki
ataupun wanita hanya untuk mengisi perutnya
Rasulullah
menjulukinya “Abu Hurairah (bapak kucing kecil)” , ketika beliau melihatnya
membawa seekor kucing kecil. Julukan dari Rasulullah itu semata karena
kecintaan beliau padanya. Sehingga jarang ada orang yang memanggilnya dengan
nama sebenarnya (Abdurrahman bin Sakhr). Dan Nabi menjulukinya seperti itu
karena setiap hari Abu Hurairah selalu membawa kucing kemana ia pergi dan pada
malam hari ditempatkan disebuah pohon.sehingga beliau juga disebut bapaknya
kucing, karena kecintaan Abu Hurairah.
2.
Abu Hurairah, Pada Masa Rasulullah, para Sahabat
Abu
Hurairah memeluk Islam pada tahun ke 7 H, yakni bertepatan dengan terjadinya
perang Khaibar. Ia adalah pemimpin para ahli Suffah, yang menggunakan seluruh
waktunya beribadah di masjid Nabawi. Allah ternyata mengabulkan do’a Nabi
Muhammad SAW, agar Abu Hurairah dianugerahi hafalan yang kuat. Ia memang paling
banyak hafalannya diantara para sahabat. Imam Bukhari, Muslim, Ahmad,
al-Nasa>i>, Abi> Ya’la> dan Abi> Nu’aim mentakhrijkan sebuah
hadis darinya, bahwa ia pernah berkata :
“Menceritakan
kepada kami Hasan ibn Hamma>d, menceritakan kepada kami Mu’a>wiyah ibn
Hisha>m dari Wali>d ibn ‘Abdulla>h ibn Jumai’ dari Abi> T{ufail
dari Abi> Hurairah ia berkata : Aku pernah mengadu kepada Rasulullah SAW
tentang jeleknya hafalan, Rasulullah bersabda : “Bentangkanlah selendangmu”,
akupun membentangkannya. Lalu Rasulullah menceritakan banyak hadith kepadaku
dan aku tidak melupakan sedikitpun apa yang beliau ceritakan kepadaku.
Abu
Hurairah betapapun wira’i, takwa dan zuhudnya selalu gembira dan suka
berkelakar. Apabila melewati anak-anak, ia kerapkali membuat mereka tertawa,
kalau bertemu dengan orang-orang dipasar, ia menceritakan sesuatu yang membuat
mereka gembira. Tetapi jika sedang sendirian ia bertahajjud, yang dilakukan
dengan khusyu’ sepanjang malam. Bahkan menurut pengakuan Abu Hurairah sendiri,
ia telah membagi waktu setiap harinya menjadi tiga bagian , sebagian untuk
beribadah sebagian untuk menghafal hadis dan sebagian lagi untuk istirahat.
Kelebihan lain yang dimiliknya adalah kuat dalam hafalan dan ia tergolong pada
salah seorang fari tujuh sahabat yang lainnya.
Pada Masa
Nabi. Kontroversi Abu Hurairah sudah bisa ditemukan dan dianalisa pada masa
bersama Nabi. Bukhori menyebutkan , bahwa Abu Hurairah berkata : “orang-orang
mengatakan bahwa Abu Hurairah meriwayatkan begitu banyak hadis yang barangkali
tidak dikatakan oleh Nabi. Aku mendekati Nabi hanya untuk memuaskan laparku.”
Abu Hurairah meriwayatkan hadis-hadisnya hanya untuk membuat senang orang
kebanyakan pada dirinya terutama setelah meninggalnya Sahabat-Sahabat besar.
Pada Masa
Khalifah. Pada masa Utsman. Abu Hurairah menjadi sangat bergairah kepada
keluarga Abdul Ass dan seluruh Bani Umayyah ketika Utsman menjadi Khalifah. Ia
menggandeng Marwan bin Hakam serta menyanjung keluarga Abu Ma’ith, karena itu
ia menjadi orang yang penting terutama setelah pengepungan rumah Utsman selama
revolusi melawannya, sebab Abu Hurairah bersamanya didalam rumah itu.
Karenanya, ia memperoleh kemekaran dan ketenaran.
Abu
Hurairah mendapatkan momen yang pas untuk mencari kesempatan mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat dengan bergabung dengan gerombolan Utsman yang
dikepung oleh pemberontak, karena Abu Hurairah tahu bahwasannya para
pemberontak tersebut hanya mengincar nyawa Utsman.
“Menceritakan
kepada kami Muhammad ibn Hasan al-Asadi> berkata, keduanya memuji Ibrahim
ibn T{ahman dari Musa ibn ‘Aqabah dari kakeknya Abi Hasanah berkata : saya
masuk ke rumah Usman kemudian saya mendengar Abu Hurairah berkata : saya
mendengar Rasulullah SAW. Bersabda : “Akan ada kerusuhan dan perselisihan
setelahku.” Mereka berkata, “apa yang Engkau perintahkan kepada kami kalau
begitu?” Beliau bersabda, menunjuk kepada Imam Ali,” pertahankan Amir serta
sahabat-sahabtnya.”
Akan
tetapi Abu Hurairah lebih membuat senang keluarga Abul Ash, Abu Ma’ith dan Abu
Sofyan, karena itu ia mengubah hadis ini kepada Utsman. Dan sebagai imbalannya,
mereka memberi hadiah untuk segala “kebaikannya.”
Dari sini sudah bisa disangsikan
bahwasannya sebgian hadis dari Abu Hurairah tidak sesuai dengan ucapan Nabi.
Pada masa Bani Umayyah juga demikian. Bani Umayyah memperbudak Abu Hurairah
dengan berbagai kebaikan mereka, mereka mengambil pendengaran, penglihatan
serta hatinya, dan menjadikannya seorang yang penurut, jadi ia adalah sarana
dari kebijakan-kebijakan mereka.
Bani
Umayyah menyuruh Abu Hurairah membuat hadis-hadis tersebut diatas hanya untuk
kepentingan politis untuk mengalahkan Imam Ali. Karena dengan menyebar
hadis-hadis palsu yang bisa menjatuhkan Imam Ali, akan mudah baginya utnuk
mempengaruhi masyarakat agar membenci Ali dan target Muawiayah akan berhasil.
Berikut contoh hadisnya yang mencemarkan Imam Ali. Nabi bersabda : “dari Marrah
al-Hamdani berkata : ‘Ali ibn Abi T{alib membacakan kepada kami s{hifah
sekedarnya di dekat pedang Rasulullah SAW : “ Setiap Nabi mempunyai tempat
suci. Tempat suciku adalah Madinah. Barang siapa yang berbuat kerusakan di
Madinah, akan dikutuk oleh Allah, para malaiakat dan seluruh umat manusia.” Aku
bersumpah demi Allah bahwa Ali telah berbuat kerusakan di dalamnya. Ketika
mendengar ucapan itu, Muawiyah menyetujuinya, memberi imbalan serta
mengangkatnya menjadi Gubernur Madinah.
Disini
jelas keluarnya hadis buatan Abu Hurairah adalah untuk kepentingan Muawiyah dan
itu sangat bertentangan dengan pribadi Ali yang dimuliyakan oleh Nabi.
3.
Jumlah Hadis-Hadis Abu Hurairah
Semua yang
mengumpulkan hadis secara bulat setuju bahwa Abu Hurairah telah meriwayatkan
hadis-hadis lebih banyak dari siapapun juga. Mereka telah menghitung
hadis-hadisnya, yang berjumlah 5.374 buah. Bila dibandingkan dengan keempat
khalifah, jumlah ini sangat banyak. Abu Bakar telah meriwayatkan sejumlah 142
Hadis, Umar meriwayatkan 537 Hadis, Utsman 146 dan Ali meriwayatkan 586. jadi
total hadis semuanya adalah 1.411 buah hadis.
Jika
dibandingkan dengan masa hidup bersama dengan Nabi, Abu Hurairah jauh lebih
sedikit dibandingkan dengan para Sahabat. Diperkuat lagi dengan Aisyah (istri
Nabi), hadis-hadis yang diriwayatkan berjumlah 2.210 buah meskipun ditambahkan
dengan yang diriwayatkan Ummu Salamah, bahkan seluruh istri Nabi itupun masih
kalah banyak dibandingkan hadis Abu Hurairah.
4.
Contoh Hadis-Hadisnya
Dua orang
ulama besar menyebutkan bahwa Abu Hurairah telah berkata : “ Nabi Muhammad SAW
bersabda “ Ya Allah, Muhammad tidak lain hanyalah manusia biasa. Ia marah
sebagaimana manusia lainnya. Aku berjanji pada-Mu yang Engkau tidak akan
membatalkannya. Setiap mukmin yang aku lukai, aku aniaya, kutuk serta aku dera,
biarkan itu menjadi penebus dosanya serta menjadi jalan baginya agar menjadi
lebih dekat dengan-Mu.
Hadis
diatas sangat bertentangan dengan Nabi, Nabi-Nabi jauh dari setiap ucapan atau
tindakan yang akan bertentangan dengan kemaksuman mereka atau dengan semua yang
tidak akan cocok dengan kebijaksanaan serta kearifannya. Ini juga diperkuat
oleh Aisyah (istri Nabi) tentang akhlak Nabi, suatu hari ada orang yang
bertanya tentang akhlak Nabi Muhammad SAW. Aisyah mengatakan padanya, “Apakah
engkau membaca Qur’an?” ia berkata, “ya” Aisyah berkata , “Qur’an adalah
akhlaknya”
Abu
Hurairah mengeluarkan hadis diatas hanya untuk melindungi dan membela
kemunafikan bani Umayah yang telah melakukan penganiayaan dan pengrusakan.
Muslim menyebutkan bahwa Abdul Malik
bin Abu Bakar berkata bahwa Abu Bakar telah berkata :
“Artinya :
menceritakan kepada kami ‘Abdullah, menceritakan kepadaku Ubay, menceritakan
kepada kami Yahya ibn Sa’id dari Ibn Juraij berkata : “Aku mendengar Abu
Hurairah meriwayatkan dalam berbagai ceritanya “ Barangsiapa yang tidak suci
setelah fajar, maka ia tidak berpuasa”. Aku sampaikan hadith ini kepada Aisyah
dan Ummu Salamah (Istri Nabi), bertanya kepada mereka dan mengatakan padaku “
Nabi tidak suci di pagi hari tanpa mimpi basah dan beliau berpuasa”.
Kemudian
ditanyakan dan dibicarakan kepada Abu Hurairah yang disampaikan Aisyah dan Ummu
Salamah. Abu Hurairah berkata “mereka lebih tahu daripada aku”. Aku mendengar
hadis ini dari al-Fadhl dan tidak mendengarnya dari Nabi langsung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar