Jika
kita memasuki daerah pekuburan dan melayangkan pandangan pada kuburan-kuburan
yang tersusun rapi, maka kita akan mendapati keheningan
dan sunyi yang berkepanjangan. Tak terdengar sedikitpun suara, meski banyak
yang tinggal disitu. Kuburan-kuburan yang berjejer rapat, sementara
dahulu mereka tinggal berjauhan, tidak saling mengenal antara satu dengan yang
lainnya.
Ada
anak kecil yang masih menyusui, ada orang kaya, ada juga orang yang tak punya.
Ada orang yang tua renta, dan ada pula anak muda. Namun, apakah gerangan yang
terjadi pada mereka? Banyak diantara kita tidak mengetahui Misteri Alam Kubur.
Oleh
karena itu, kali ini kami akan mengajak anda untuk menjelajahi alam kubur
sebagaimana yang telah dikabarkan oleh rasulullah -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- berdasaarkan wahyu dari Allah – Subhanahu Wa Ta’ala-, bukan dari
takhayyul yang dibuat-buat oleh manusia :.
Uraian lengkap Hadits Shohih yang panjang dibawah ini.
Al-Barra’
bin ‘Azib-radhiyallahu ‘anhu- dia berkata,: “Kami pernah mengiringi jenazah
seorang dari sahabat anshar. Tatkala kami tiba di kuburan, ternyata penggalian
lahat belum selesai. Akhirnya Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-duduk
(menghadap kiblat), dan kami pun duduk di sekelilingnya. seolah-olah ada burung
diatas kepala kami yang hinggap (karena dalam keadaan diam dan tenang).
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- memegang kayu yang beliau pukulkan ke
tanah.(Beliau memandang ke langit lalu memandang ke tanah, lalu beliau
mendongakkan kepalanya dan menundukkannya tiga kali). Kemudian beliau bersabda,
اِسْتَعِيْذُوْا بِاللهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
“Berlindunglah kalian kepada Allah
dari siksa kubur“. Diucapkan dua atau tiga kali.
(Kemudian Rasulullah bersabda,
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
“Ya Allah aku berlindung kepadamu
dari azab kubur“).tiga kali.
Kemudian
bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba yang mu’min apabila meninggal dunia dan
menghadapi akhirat maka turunlah para malaikat dari langit. Wajahnya putih
seakan-akan di wajah mereka itu matahari. Mereka membawa kain kafan diantara
kafan-kafan surga dan hanuth (parfum) diantara parfum-parfum surga hingga
mereka duduk dari tempat yamg jaraknya sejauh mata memandang. Kemudian
datanglah malaikat maut -Alaihis Salam- hingga duduk di sisi kepalanya lalu dia
berkata, “Wahai jiwa yang baik (dalam sebuah riwayat: yang tenang) keluarlah
menuju kepada ampunan Allah dan keridhoan-Nya. (Rasulullah bersabda), “Maka
keluarlah ruh itu mengalir seperti tetesan air dari wadahnya, lalu malaikat itu
mengambilnya. Apabila malaikat maut telah mengambilnya, maka para malaikat itu
tidak membiarkannya berada di tangan malaikat maut sekejap mata pun hingga
mereka mengambilnya, lalu mereka meletakkan di dalam kafan dan parfum
tersebut.(Maka itulah makna firman Allah -Ta’ala-,
“Dia diwafatkan oleh
malaikat-malaikat kami; dan malaikat-malaikat kami itu tidak melalaikan
kewajibannya“. (QS. Al An’am:61)
Semerbak
bau wangi seperti misik paling wangi yang didapati di muka bumi. Lalu mereka
membawanya naik. Tidaklah mereka melewatkan ruh itu di hadapan sekumpulan para
malaikat melainkan para malaikat itu mengatakan, Siapakah ruh yang wangi ini? Mereka menjawab, Fulan bin Fulan -disebut dengan nama-nama
terbaik yang dulu mereka menyebutnya ketika di dunia- hingga mereka sampai di
langit dunia. Lalu mereka minta agar pintu dibukakan untuk ruh itu. Maka
dibukakan untuk mereka. Lalu para malaikat muqarrabun dari semua sisi langit
itu mengantarkannya sampai ke langit yang berikutnya hingga berakhir di langit
yang ke tujuh. Maka Allah -Ta’ala- berfirman, “Tulislah untuk hamba-Ku di
‘Illiyyin.”.
“Tahukah kamu apakah ‘Illiyyin itu?
(yaitu) Kitab yang bertulis. Yang disaksikan oleh malaikat-malaikat yang
didekatkan (kepada Allah)“. (QS. Al-Muthoffifin:19-21).
Maka
ditulislah kitabnya di Illiyyin. (Kemudian Allah berfirman lagi),
“Kembalikanlah ia ke bumi. sesungguhmya Aku (berjanji kepada mereka bahwa) dari
bumilah Aku menciptakan mereka dan dari sana Aku kembalikan mereka, dan dari
sana pula Aku mengeluarkan mereka lagi di kali yang lain”. Maka (ia
dikembalikan ke bumi, dan) dikembalikan ruhnya itu ke dalam jasadnya.(Kata
beliau -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, sesungguhnya ia mendengar suara sandal
orang-orang yang mengantarnya, apabila mereka pulang meninggalkannya). Lalu ia
didatangi oleh dua malaikat (yang keras hardikannya) seraya menghardiknya dan
mendudukkannya. Lalu kedua malaikat itu bertanya kepadanya, “Siapa Rabbmu?”
Maka ia menjawab, “Rabbku adalah Allah”. Keduanya bertanya lagi, “Apa agamamu?”
Dia menjawab, “Agamaku Islam”. Lalu keduanya bertanya lagi, “Siapakah orang
yang diutus oleh Allah kepada kalian itu?” Dia menjawab, “Beliau adalah utusan
Allah”. Lalu keduanya bertanya lagi kepadanya, “Apa saja amalanmu?”Dia
menjawab, “Aku membaca Kitabullah, lalu aku beriman kepadanya, dan
membenarkannya”. Lalu malaikat itu bertanya lagi, “Siapa Rabbmu? dan apa
agamamu? dan siapa nabimu?” Itulah akhir fitnah (ujian) atau pertanyaan yang
diajukan kepada seorang mu’min. Maka itulah makna firman Allah -Ta’ala-,
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang
yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di
akhirat”. (QS.Ibrahim: 27)
Lalu
ia menjawab, “Rabbku adalah Allah; agamaku Islam, dan nabiku adalah Muhammad
-Shollallahu ‘alaihi wasallam-”. Maka ada Penyeru (Allah) yang menyeru dari
langit dengan mengatakan, “Telah benar hamba-Ku. maka bentangkanlah permadani
dari jannah (surga) dan kenakanlah untuknya dari pakaian jannah, serta
bukakanlah untuknya pintu ke jannah”. Lalu sampai kepadanya hawa jannah dan bau
wanginya, dan diluaskan kuburnya sejauh mata memandang. Datanglah kepadanya (di
dalam sebuah riwayat: didatangkan kepadanya dalam bentuk) seorang laki-laki
yang tampan wajahnya bagus pakaiannya, dan wangi baunya, lalu orang itu
mengatakan, “Berbahagialah dengan apa yang membuatmu senang, (berbahagialah
dengan keridhan dari Allah -Ta’ala-dan jannah yang di dalamnya ada
nikmat-nikmat yang abadi). Ini adalah hari yang dijanjikan kepada engkau”. Lalu
ia mengatakan kepadanya, “(Engkau telah diberi kabar gembira oleh Allah dengan
kebaikan) Siapakah engkau ini? wajahmu menunjukkan wajah orang yang datang
dengan kebaikan”. Orang itu menjawab, “Aku adalah amalanmu yang shalih (Demi
Allah tidaklah aku mengetahuimu, kecuali engkau orang yang bersegera melakukan
ketaatan kepada Allah. Maka Allah membalasmu dengan yang terbaik)”. Kemudian
dibukakanlah untuknya pintu jannah dan pintu neraka. Lalu dikatakan kepadanya,
“Inilah tempat tinggalmu jika engkau durhaka kepada Allah. Kemudian Allah
menggantikanmu dengan yang itu (jannah)”. Saat ia melihat apa yang ada di dalam
jannah, ia mengatakan, “Ya Rabbi, segerakanlah datangnya hari kiamat agar aku
pulang lagi kepada keluargaku dan hartaku”. (Lalu dikatakan
kepadanya:tenanglah).
Lanjut
beliau -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda , “Sesungguhnya seorang hamba yang
kafir (di dalam sebuah riwayat, “yang fajir/durhaka”) apabila ia meninggal dunia dan menghadapi akhirat, turunlah
kepadanya para malaikat dari langit (yang keras lagi kejam) yang berwajah
hitam-hitam. Mereka membawa pakaian kasar (dari neraka). lalu mereka duduk dari
tempatnya sejauh mata memandang. kemudian datanglah malaikat maut hingga duduk
di sisi kepalanya lalu ia berkata, “Wahai jiwa yang jelek! Keluarlah menuju
kemurkaan Allah dan kemarahannya!” Maka tercerai-berai ruh itu di dalam
jasadnya, kemudian dicabut seperti dicabutnya besi berduri (banyak cabangnya)
dari bulu yang basah lalu tertarik putus bersamanya urat-urat dan pembuluhnya.
(Kemudian ia dilaknat oleh setiap malaikat yang ada di antara langit dan bumi
dan semua malaikat yang ada di langit; ditutuplah pintu-pintu langit. Tidak ada
di antara malaikat penjaga pintu itu, kecuali mereka memohon kepada Allah agar
ruh itu jangan dinaikkan melalui tempat mereka). Lalu malaikat maut
mangambilnya. Apabila malaikat maut telah mengambilnya, maka para malaikat itu
tidak membiarkannya berada di tangannya sekejap mata pun hingga mereka
mengambilnya, lalu mereka meletakkannya di dalam kafan tersebut. Maka keluarlah
dari ruh itu bau busuk seperti bangkai paling busuk yang didapati di muka bumi.
Kemudian mereka membawanya naik. Tidaklah mereka melewatkan ruh itu di hadapan
sekumpulan para malaikat, melainkan para malaikat itu mangatakan, “Siapakah ruh yang sangat busuk ini?” Mereka menjawab, Fulan bin Fulan – disebut dengan
nama-nama terburuk yang dulu mereka menyebutnya ketika di dunia– hingga mereka
sampai di langit dunia. Lalu mereka minta agar pintu dibukakan untuk ruh itu.
Namun tidak dibukakan untuknya. Kemudian Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- membaca ayat,
“Sesungguhnya orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali
tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka
masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah kami memberi
pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. (QS. Al-A’raf:40)
Allah
berfirman, “Tulislah
kitabnya di Sijjin, di bumi yang paling bawah“.
(Kemudian Allah berfirman lagi), “Kembalikanlah ia ke bumi. Sesungguhmya Aku
(berjanji kepada mereka bahwa) dari bumilah Aku menciptakan mereka dan dari
sana Aku kembalikan mereka, dan dari sana pula Aku mengeluarkan mereka lagi di
kali yang lain”. Maka
dilemparkan ruh (dari langit) dengan lemparan (yang membuat ruh itu kembali ke
dalam jasadnya). Kemudian Rasulullah membaca,
“Barangsiapa yang mempersekutukan
sesuatu dengan Allah, Maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit, lalu
disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh“. (QS. Al-Hajj: 31)
Lalu
dikembalikan ruh itu ke dalam jasadnya. (Kata beliau -Shollallahu ‘alaihi
wasallam-, “Sesungguhnya ia mendengar suara sandal orang-orang yang
mengantarkannya apabila mereka pulang meninggalkannya). Lalu ia didatangi oleh
dua malaikat (yang keras hardikannya), lalu keduanya menghardiknya dan
mendudukkannya. Kemudian kedua malaikat itu bertanya kepadanya, “Siapa Rabbmu?” Maka ia menjawab, “Haah…hah, saya tidak tahu“. Keduanya bertanya lagi, “Apa agamamu?” Dia menjawab, “Haah hah, saya tidak tahu“. Lalu keduanya bertanya lagi, “apa komentarmu tentang
orang yang diutus oleh Allah kepada kalian itu?” Dia tidak tahu namanya. Lalu
dikatakan kepadanya, “Muhammad!?” Maka ia menjawab, “Haah…hah, saya tidak tahu
(saya mendengar orang mengatakan begitu”. Lalu dikatakan kepadanya, “Engkau
tidak tahu, dan tidak membaca?” Maka ada penyeru yang menyeru dari langit
dengan mengatakan, “Dia dusta. Maka bentangkanlah permadani dari neraka dan
bukakanlah untuknya pintu ke neraka”. Lalu sampailah kepadanya panas neraka dan
hembusan panasnya. Disempitkan kuburnya hingga bertautlah tulang rusuknya
karenanya. Datanglah kepadanya (di dalam sebuah riwayat: didatangkan kepadanya
dalam bentuk) seorang laki-laki yang buruk wajahnya buruk pakaiannya dan busuk
baunya. Lalu orang itu mengatakan, “Aku kabarkan kepadamu tentang sesuatu yang
membuatmu menderita. Inilah hari yang dijanjikan kepadamu”. Lalu ia mengatakan
kepadanya, “(Engkau telah diberikan kabar jelek oleh Allah)”. Siapakah engkau
ini? Wajahmu menunjukkan wajah orang yang datang dengan kejelekan”. Orang itu
menjawab, “Aku
adalah amalanmu yang buruk.
(Demi Allah, tidaklah aku mengetahuimu, kecuali engkau adalah orang yang
berlambat-lambat dari melakukan ketaatan kepada Allah dan bergegas kepada
kemaksiatan kepada Allah. Maka Allah membalasmu dengan yang terburuk)”.
Kemudian didatangkan kepadanya seorang yang buta, tuli lagi bisu dengan membawa
sebuah palu besar di tangannya! Kalau saja palu itu dipukulkan kepada gunung,
tentu gunung itu menjadi debu. maka orang itu memukulkan palu itu kepadanya
hingga ia menjadi debu. Kemudian Allah mengembalikannya lagi seperti semula.
Lalu orang itu memukulnya sekali lagi hingga ia memekik keras dengan teriakan
yang bisa didengar oleh segala yang ada, kecuali manusia dan jin. Kemudian
dibukakan pintu neraka untuknya dan dibentangkan permadani dari neraka). Maka
ia berkata:”Ya
Rabbi! janganlah Engkau datangkan hari kiamat itu!” (HR.
Abu Dawud dalam Sunan-nya (4753), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (107),
Ath-Thoyalisiy dalam Al-Musnad (753), dan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf
(12059). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Takhrij
Al-Misykah (1630))
Demikianlah
perjalanan kita kali ini. Semoga bisa menjadi nasihat bagi kita sebagai calon
penghuni kubur yang akan segera menyusul orang-orang yang ada dalam liang
lahat. Maka persiapkanlah imanmu dan amal sholihmu dengan mempelajarilah
agamamu sehingga engkau menjadi orang-orang yang selamat dari hardikan
malaikat, dan himpitan kubur yang gelap. Ingatlah dunia dan umurmu singkat !!
Zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz
Alhamdulillah wa shalaatu wa
salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.
Suatu saat kami menemukan dari salah satu blog perkataan semacam ini:“Bila kandungan isi hadits itu berhubungan dengan masalah ‘aqidah, misalnya tentang siksa kubur, maka kita tidak boleh menyakini adanya siksa kubur tersebut dengan keyakinan 100%. Sebab, derajat kebenaran yang dikandung oleh hadits ahad tidak sampai 100%.”
Inilah di antara aqidah menyimpang yang dimiliki sebuah kelompok yang terkenal selalu menggembar gemborkan khilafah. Mereka tidak meyakini adanya siksa kubur. Mereka beralasan bahwa riwayat mengenai siksa kubur hanya berasal dari hadits Ahad, sedangkan hadits Ahad hanya bersifat zhon (sangkaan semata). Padahal aqidah harus dibangun di atas dalil qoth’i dan harus berasal dari riwayat mutawatir. Itulah keyakinan mereka.
Sekarang yang kami pertanyakan, “Apakah betul riwayat mengenai siksa kubur tidak mutawatir dan hanya berasal dari hadits Ahad?” Juga yang kami tanyakan, “Apakah pembicaraan mengenai siksa kubur juga tidak ada dalam Al Qur’an?”
Pada tulisan singkat kali ini, kami akan membuktikan bahwa pembicaraan mengenai siksa kubur sebenarnya disebutkan pula dalam Al Qur’an. Sehingga dengan sangat pasti kita dapat katakan bahwa pembicaraan mengenai siksa kubur adalah mutawatir karena riwayat Al Qur’an adalah mutawatir dan bukan Ahad.
Ayat Pertama: Siksaan bagi Fir’aun dan Pengikutnya di Alam Kubur
Allah Ta’ala berfirman,
وَحَاقَ بِآَلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ (45) النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آَلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ (46)
“Dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada
mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang , dan pada hari terjadinya
Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke
dalam azab yang sangat keras".” (QS. Al Mu’min: 45-46)Mari kita perhatikan penjelasan para pakar tafsir mengenai potongan ayat ini:
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا
"Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang.”Al Qurtubhi –rahimahullah- mengatakan,
“Sebagian ulama berdalil dengan ayat ini tentang adanya adzab kubur. ... Pendapat inilah yang dipilih oleh Mujahid, ‘Ikrimah, Maqotil, Muhammad bin Ka’ab. Mereka semua mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan adanya siksa kubur di dunia.” (Al Jaami’ Li Ahkamil Qur’an, 15/319)
Asy Syaukani –rahimahullah- mengatakan,
“Yang dimaksud dengan potongan dalam ayat tersebut adalah siksaan di alam barzakh (alam kubur). ” (Fathul Qodir, 4/705)
Fakhruddin Ar Rozi Asy Syafi’i –rahimahullah- mengatakan,
“Para ulama Syafi’iyyah berdalil dengan ayat ini tentang adanya adzab kubur. Mereka mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa siksa neraka yang dihadapkan kepada mereka pagi dan siang (artinya sepanjang waktu) bukanlah pada hari kiamat nanti. Karena pada lanjutan ayat dikatakan, “dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras” [Berarti siksa neraka yang dinampakkan pada mereka adalah di alam kubur]. Tidak bisa juga kita katakan bahwa yang dimaksudkan adalah siksa di dunia. Karena dalam ayat tersebut dikatakan bahwa neraka dinampakkan pada mereka pagi dan siang, sedangkan siksa ini tidak mungkin terjadi pada mereka ketika di dunia. Jadi yang tepat adalah dinampakkannya neraka pagi dan siang di sini adalah setelah kematian (bukan di dunia) dan sebelum datangnya hari kiamat. Oleh karena itu, ayat ini menunjukkan adanya siksa kubur bagi Fir’aun dan pengikutnya. Begitu pula siksa kubur ini akan diperoleh bagi yang lainnya sebagaimana mereka.” (Mafaatihul Ghoib, 27/64)
Ibnu Katsir –rahimahullah- mengatakan,
“Ayat ini adalah pokok aqidah terbesar yang menjadi dalil bagi Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengenai adanya adzab (siksa) kubur yaitu firman Allah Ta’ala,
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا
“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang.” (Tafsir
Al Qur’an Al ‘Azhim, 7/146)Ibnul Qoyyim –rahimahullah- menafsirkan ayat di atas,
“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang”, ini adalah siksaan di alam barzakh (di alam kubur). Sedangkan ayat (yang artinya), “dan pada hari terjadinya Kiamat” adalah ketika kiamat kubro (kiamat besar). (At Tafsir Al Qoyyim, hal. 358)
Ayat Lain yang Membicarakan Siksa Kubur
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam
keadaan buta". (QS. Thahaa: 124)Ibnul Qoyyim –rahimahullah- mengatakan, “Bukan hanya satu orang salaf namun lebih dari itu, mereka berdalil dengan ayat ini tentang adanya siksa kubur.” (At Tafsir Al Qoyyim, hal. 358)
Begitu pula Ibnul Qoyyim –rahimahullah- menyebutkan ayat-ayat lain yang menunjukkan adanya siksa kubur.
Kita dapat melihat pula dalam surat Al An’am, Allah Ta’ala berfirman,
وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلآئِكَةُ بَاسِطُواْ أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُواْ أَنفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang
zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan
tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" Di hari ini kamu
dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan,
karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan
(karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya.” (QS. Al
An’am: 93)Adapun perkataan malaikat (yang artinya), “Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan”. Siksa yang sangat menghinakan di sini adalah siksa di alam barzakh (alam kubur) karena alam kubur adalah alam pertama setelah kematian. (At Tafsir Al Qoyyim, hal. 358)
Begitu juga yang serupa dengan surat Al An’am tadi adalah firman Allah Ta’ala,
وَلَوْ تَرَى إِذْ يَتَوَفَّى الَّذِينَ كَفَرُوا الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ
“Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang
kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata) : "Rasakanlah
olehmu siksa neraka yang membakar", (tentulah kamu akan merasa ngeri).”
(QS. Al Anfal: 50)Siksa yang dirasakan yang disebutkan dalam ayat ini adalah di alam barzakh karena alam barzakh adalah alam pertama setelah kematian. (At Tafsir Al Qoyyim, hal. 358)
Begitu pula Ibnu Abil ‘Izz –rahimahullah- ketika menjelaskan perkataan Ath Thohawi mengenai aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang meyakini adanya siksa kubur, selain membawakan surat Al Mu’min sebagai dalil adanya siksa kubur, beliau –rahimahullah- juga membawakan firman Allah Ta’ala,
فَذَرْهُمْ حَتَّى يُلَاقُوا يَوْمَهُمُ الَّذِي فِيهِ يُصْعَقُونَ (45) يَوْمَ لَا يُغْنِي عَنْهُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ (46) وَإِنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا عَذَابًا دُونَ ذَلِكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (47)
“Maka biarkanlah mereka hingga mereka menemui hari (yang dijanjikan
kepada) mereka yang pada hari itu mereka dibinasakan, (yaitu) hari ketika tidak
berguna bagi mereka sedikitpun tipu daya mereka dan mereka tidak ditolong. Dan
sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain daripada itu.
Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Ath Thur: 45-47)Setelah membawakan ayat ini, Ibnu Abil ‘Izz mengatakan, “Ayat ini bisa bermakna siksa bagi mereka dengan dibunuh atau siksaan lainnya di dunia. Ayat ini juga bisa bermakna siksa bagi mereka di alam barzakh (alam kubur). Inilah pendapat yang lebih tepat. Karena kebanyakan dari mereka mati, namun tidak disiksa di dunia. Atau ayat ini bisa bermakna siksa secara umum.” (Syarh Al ‘Aqidah Ath Thohawiyah, 2/604-605)
Begitu juga dapat kita lihat dalam kitab Shahih (yaitu Shahih Muslim), terdapat hadits dari Al Baroo’ bin ‘Aazib –radhiyallahu ‘anhu-. Beliau membicarakan mengenai firman Allah Ta’ala,
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang
teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan
orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS.
Ibrahim: 27)Al Baroo’ bin ‘Aazib mengatakan,
نَزَلَتْ فِى عَذَابِ الْقَبْرِ.
“Ayat ini turun untuk menjelaskan adanya siksa kubur.” (HR. Muslim)Bahkan Ibnul Qoyyim –rahimahullah-, ulama yang sudah diketahui keilmuannya mengatakan bahwa hadits yang menjelaskan mengenai siksa kubur adalah hadits yang sampai derajat mutawatir. (Lihat At Tafsir Al Qoyyim, 359)
Inilah Kekeliruan Mereka
Inilah di antara kekeliruan dan penyimpangan kelompok yang selalu menggembar gemborkan khilafah dalam setiap orasi mereka (dengan isyarat seperti ini mudah-mudahan kita tahu kelompok tersebut). Mereka menolak adanya siksa kubur karena beralasan bahwa riwayat yang menerangkan aqidah semacam ini adalah hadits ahad. Sedangkan hadits ahad tidak boleh dijadikan rujukan dalam masalah aqidah karena aqidah harus 100 % qoth’i, tidak boleh ada zhon (sangkaan) sedikit pun.Sekarang kami tanyakan kepada mereka, “Bukankah Al Qur’an adalah mutawatir?! Lalu di mana kalian meletakkkan ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan mengenai siksa kubur [?] Padahal pakar tafsir telah menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan ayat-ayat yang kami sebutkan di atas adalah mengenai siksa kubur.”
Lalu bagaimana dengan do’a berlindung dari adzab kubur yang dibaca ketika tasyahud akhir.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ الآخِرِ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ أَرْبَعٍ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
“Jika salah seorang di antara kalian selesai tasyahud akhir (sebelum
salam), mintalah perlindungan pada Allah dari empat hal: [1] siksa neraka
jahannam, [2] siksa kubur, [3] penyimpangan ketika hidup dan mati, [4]
kejelekan Al Masih Ad Dajjal.” (HR. Muslim). Do’a yang diajarkan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah,
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ وَفِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَشَرِّ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
“Allahumma inni a’udzu bika min ‘adzabil qobri, wa ‘adzabin naar, wa
fitnatil mahyaa wal mamaat, wa syarri fitnatil masihid dajjal [Ya Allah, aku
meminta perlindungan kepada-Mu dari siksa kubur,
siksa neraka, penyimpangan ketika hidup dan mati, dan kejelekan Al Masih Ad
Dajjal].” (HR. Muslim)Kalau memang mereka mengamalkan do’a ini, bagaimana mungkin berbeda antara perkataan dan keyakinan[?] Sungguh sangat tidak masuk akal. Sesuatu boleh diamalkan namun tidak boleh diyakini[!] Ini mustahil.
Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah kepada saudara-saudara kami ini. Maksud tulisan ini bukanlah menjelak-jelekkan mereka. Namun maksud kami adalah agar mereka yang telah berpaham keliru ini sadar dan merujuk pada kebenaran. Itu saja yang kami inginkan dari lubuk hati kami yang paling dalam.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga Allah selalu memberikan ilmu yang bermanfaat, rizki yang thoyib, dan menjadikan amalan kita diterima di sisi-Nya. Innahu sami’un qoriibum mujibud da’awaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Rujukan:
1. Al Jaami’ Li Ahkamil Qur’an,
Al Qurtubhi, Darul ‘Alim Al Kutub, Riyadh Al Mamlakah Al ‘Arobiyah As Su’udiyah
2. At Tafsir Al Qoyyim, Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah
3. Fathul Qodir, Asy Syaukani, Asy Syaukani
4. Mafatihul Ghoib, Fakhruddin Ar Rozi Asy Syafi’i, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut
5. Syarh Al ‘Aqidah Ath Thohawiyah, Ibnu Abil ‘Izz Ad Dimasyqi, Tahqiq: Syu’aib Al Arnauth, Muassasah Ar Risalah
6.Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Abul Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir Al Qurosyi Ad Dimasyqi, Dar Thoyyibah lin Nasyr wat Tawzi’
2. At Tafsir Al Qoyyim, Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah
3. Fathul Qodir, Asy Syaukani, Asy Syaukani
4. Mafatihul Ghoib, Fakhruddin Ar Rozi Asy Syafi’i, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut
5. Syarh Al ‘Aqidah Ath Thohawiyah, Ibnu Abil ‘Izz Ad Dimasyqi, Tahqiq: Syu’aib Al Arnauth, Muassasah Ar Risalah
6.Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Abul Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir Al Qurosyi Ad Dimasyqi, Dar Thoyyibah lin Nasyr wat Tawzi’
Catatan:
Dalam ilmu hadits, para ulama telah membagi hadits berdasarkan banyaknya jalan yang sampai kepada kita menjadi dua macam yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad.Mutawatir secara bahasa berarti berturut-turut (tatabu’). Secara istilah, hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan dari jalan yang sangat banyak sehingga mustahil untuk bersepakat dalam kedustaan karena mengingat banyak jumlahnya dan kesholihannya serta perbedaan tempat tinggal.
Ada empat syarat disebut hadits mutawatir :
1. Diriwayatkan dari banyak jalan. Ada yang mengatakan sepuluh dan ada juga yang mengatakan lebih dari empat.
2. Jumlah yang banyak ini terdapat dalam setiap thobaqot (tingkatan) sanad.
3. Mustahil bersepakat untuk berdusta dilihat dari ‘adat (kebiasaan).
4. Menyandarkan khobar (berita) dengan perkara indrawi seperti dengan kata ‘sami’na’ (kami mendengar), dll.
Ahad secara bahasa berarti satu (al wahid). Secara istilah, hadits ahad adalah hadits yang tidak memenuhi syarat mutawatir.
Hadits ahad ada tiga macam yaitu hadits masyhur, aziz, dan ghorib.
Pertama, hadits masyhur yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih namun belum mencapai derajat mutawatir.
Kedua, hadits aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun berada dalam satu thobaqoh (tingkatan)
Ketiga, hadits ghorib adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu orang rowi. (Lihat Taisir Mustholahul Hadits, hal. 19-20; Muntahal Amaniy, hal. 82; Min Athyabil Minnah, hal. 8-9)
****
Disusun di rumah mertua tercinta, Panggang, Gunung Kidul, 30 Rabi’ul Akhir 1430 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar