Pendahuluan
Segala puji dan syukur selalu kita tujukan pada Allah Subhanahu wata’ala,
Tuhan semesta alam yang telah memberikan segala ni’mat yang tak terhitung
jumlahnya pada kita. Shalawat serta salamsemoga selalu tercurahkan pada baginda
Rasul kita Muhammad Shallahu ‘alaihi wa sallam yang telah menuntun kita keluar
dari ke-jahiliahan menuju Islam addinul
haq.
Taufik
Abdullah (dalam Ishak, 2003) mengatakan bahwa sejarah bukanlah hal yang lampau
dan tak kembali lagi, tetapi sesuatu yang selalu bermakna bagi hari ini dan
hari nanti. Kemudian uraian selanjutnya mengatakan bahwa sejarah akan selalu menjadi
sumber spirit yang tiada habis-habisnya digali dari zaman ke zaman untuk
memperkukuh perlawanan diri orang Aceh dalam menghadapi tantangan zamannya.
Merumuskan
penggalan-penggalan Sejarah Aceh memang terkadang mengelitik untuk
digali.Catatan sejarah yang selalu muncul dari beberapa buku yang penulis baca
selalu diawali dengan masuknya Islam dan dengan kerajaan-kerajaan Islam yang
pernah berkuasa di wilayah tersebut.Kemudian kalau ditelusuri kembali bahwa
kerajaan Islam pertama yang berdiri di Aceh adalah kerajaan Islam Perlak yang
berdiri pada abad 9 M. Dan penyebarannya langsung dari Arab.Nah, pertanyaan
yang muncul kemudian adalah apakah peradaban pra Islam tidak terpotret dalam
sejarah Aceh (sebelum abad 9 M)?
Padahal
kalau diamati banyak sekali kata-kata atau peninggalan perabadan hindu yang
masih tertinggal di Aceh. Sebagai contoh : kata Indrapura, Benteng Indraprata
yang masih ada sampai sekarang di berdiri di Kota Jantho. Dari kedua kata
Indrapura dan Indraprata tersebut jelas bukan berasal dari kosa kata Arab dan
kosa kata bahasa Aceh. Budaya Rabu Abeh yaitu kegiatan berdoa yang dilakukan di
mesjid-mensjid untuk menjauhkan dari bala. Dan sampai sekarang kegiatan budaya
Rabu Abeh masih tetap dilakukan masyarakat Aceh.Budaya Rabu Abeh ini sedikit banyak
mengadopsi budaya Hindu. Ini adalah beberapa fakta kecil yang mewakili bahwa
dalam sejarah Aceh pernah hidup peradaban hindu atau mungkin juga peradaban
lain yang sampai kini belum terungkap tabirnya.
Persoalan
terputusnya penggalan sejarah ini memperlihat adanya catatan sejarah yang tidak
utuh dari satu peradaban yang pernah hidup di Wilayah Aceh. Cenderung
akan membuka sebuah pertanyaan dari berbagai generasi yang merupakan penerus
sejarah peradaban. Seperti apakah perabadan Acehsebelum pra Islam masuk ke
Aceh?
Atau
ketidaktahuan kita tentang sejarah Aceh yang utuh karena adanya ada hal-hal
lain yang membuat penggalan sejarah itu terputus. Atau juga sejarah Aceh itu
tersimpan di negeri-negeri seberang lautan sehingga kita tidak bisa mengakses
sejarah yang utuh tersebut?
Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang
sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA
mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama
berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan
Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara.Beberapa tahun kemudian,
tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di
pantai barat Sumatera.Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan
Islam.Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi
abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.
Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun
belum secara besar-besaran.Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara,
adalah yang pertama sekali menerima agama Islam.Bahkan di Acehlah kerajaan
Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai.Berita dari Marcopolo
menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M,
telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu
Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun
746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i. Adapun
peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di
Gresik, Jawa Timur.Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya
adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun.Pada makamnya
tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan
Singasari.Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan
makam para pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran.Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal.Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti.Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate.Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol.Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran.Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal.Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti.Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate.Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol.Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin.
Akhir
dari pembukaan ini, hanya coba untuk mengelitik para sejarawan-sejarawan bangsa
ini khususnya sejarawan-sejarawan Aceh sendiri untuk dapat mengali lebih dalam
tentang sejarah yang terputus tersebut dan menjadikan sebagai sebuah spirit
untuk melawan tantangan zaman yang akan terus berjalan.
Bogor, 29 Desember 2011
Penulis,
Muhammad Bagaskara Pratama
Pembentukan
Awal Samudra PasaiKesultanan Pasai, juga dikenal dengan Samudera Darussalam, atau Samudera Pasai, adalah kerajaanIslam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh, Indonesia.
Belum begitu banyak bukti arkeologis tentang kerajaan ini untuk dapat digunakan sebagai bahan kajian sejarah. Namun beberapa sejarahwan memulai menelusuri keberadaan kerajaan ini bersumberkan dari Hikayat Raja-raja Pasai, dan ini dikaitkan dengan beberapa makam raja serta penemuan koin berbahan emas dan perak dengan tertera nama rajanya.
Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu, yang bergelar Sultan Malik as-Saleh, sekitar tahun 1267. Keberadaan kerajaan ini juga tercantum dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) karya Abu Abdullah ibn Batuthah (1304–1368), musafir Maroko yang singgah ke negeri ini pada tahun 1345. Kesultanan Pasai akhirnya runtuh setelah serangan Portugal pada tahun 1521.
Pemerintahan
Pusat pemerintahan Kesultanan Pasai terletaknya antara Krueng Jambo Aye (Sungai Jambu Air) dengan Krueng Pase (Sungai Pasai), Aceh Utara.Menurut ibn Batuthah yang menghabiskan waktunya sekitar dua minggu di Pasai, menyebutkan bahwa kerajaan ini tidak memiliki benteng pertahanan dari batu, namun telah memagari kotanya dengan kayu, yang berjarak beberapa kilometer dari pelabuhannya.Pada kawasan inti kerajaan ini terdapat masjid, dan pasar serta dilalui oleh sungai tawar yang bermuara ke laut.Ma Huan menambahkan, walau muaranya besar namun ombaknya menggelora dan mudah mengakibatkan kapal terbalik.Sehingga penamaan Lhokseumawe yang dapat bermaksud teluk yang airnya berputar-putar kemungkinan berkaitan dengan ini.Dalam struktur pemerintahan terdapat istilah menteri, syahbandar dan kadi.Sementara anak-anak sultan baik lelaki maupun perempuan digelari dengan Tun, begitu juga beberapa petinggi kerajaan.Kesultanan Pasai memiliki beberapa kerajaan bawahan, dan penguasanya juga bergelar sultan.
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, Kerajaan Perlak telah menjadi bagian dari kedaulatan Pasai, kemudian ia juga menempatkan salah seorang anaknya yaitu Sultan Mansur di Samudera. Namun pada masa Sultan Ahmad Malik az-Zahir, kawasan Samudera sudah menjadi satu kesatuan dengan nama Samudera Pasai yang tetap berpusat di Pasai. Pada masa pemerintahan Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir, Lide (Kerajaan Pedir) disebutkan menjadi kerajaan bawahan dari Pasai.Sementara itu Pasai juga disebutkan memiliki hubungan yang buruk dengan Nakur, puncaknya kerajaan ini menyerang Pasai dan mengakibatkan Sultan Pasai terbunuh.
Agama
dan budaya
Islam
merupakan agama yang dianut oleh masyarakat Pasai, walau pengaruh Hindu dan Buddha juga
turut mewarnai masyarakat ini. Dari catatan Ma Huan
dan Tomé Pires,] telah membandingkan dan menyebutkan
bahwa sosial budaya masyarakat Pasai mirip dengan Malaka,
seperti bahasa,
maupun tradisi pada upacara kelahiran, perkawinan dan kematian. Kemungkinan
kesamaan ini memudahkan penerimaan Islam di Malaka dan hubungan yang akrab ini
dipererat oleh adanya pernikahan antara putri Pasai dengan raja Malaka
sebagaimana diceritakan dalam Sulalatus Salatin.
Akhir
pemerintahan
Menjelang masa-masa akhir
pemerintahan Kesultanan Pasai, terjadi beberapa pertikaian di Pasai yang
mengakibatkan perang saudara.Sulalatus Salatinmenceritakan Sultan Pasai meminta bantuan kepada Sultan Melaka untuk meredam pemberontakan tersebut. Namun Kesultanan
Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukkan oleh Portugal
tahun 1521
yang sebelumnya telah menaklukan Melaka tahun 1511, dan
kemudian tahun 1524
wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh.
Daftar Pustaka
1.
http://visitbandaatjeh.blogspot.com/2011/05/perkembangan-islam-di-aceh.html
2.
wordpress.com
3.
Wikipedia.com
4.
Rihlah ila l-Masyriq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar