Sebelum masuk ke materi,
saya ingin menjelaskan bahwa materi yang akan di bahas berikut ini dikhususkan
pada boleh tidaknya pengambilan hasil panen dari sawah yang telah digadaikan
oleh pihak yg digadaikan, dan saya mendapatkan beberapa pembahasan tentang
penggunaan sawah yang telah digadaikan dan/ pengambilan hasil panen.
Dalam istilah fiqih, gadai dikenal dengan istilah ‘rahn’. Bentuknya adalah menyimpan sementara harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan oleh
berpiutang . Berarti, barang yang dititipkan pada si piutang dapat diambil
kembali dalam jangka waktu tertentu.
Dasar transaksi ini
adalah firman Allah SWT :
“Jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh seorang
penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang ..”.
Selain itu juga ada
hadits syarif berikut:
”Apabila ada ternak digadaikan,
punggungnya boleh dinaiki karena ia telah mengeluarkan biaya nya, kepada orang yang naik ia harus
mengeluarkan biaya perawatannya.”
Hukum Gadai
Gadai secara
hukumnya dibolehkan asalkan tidak terkandung unsur-unsur ribawi. Bahkan
beberapa kali tercatat Rasulullah SAW mengadaikan harta bendanya.
Rasulullah
pernah ditanya tentang seseorang menggadaikan kambingnya, bolehkah kambingnya
diperah. Nabi mengizinkan, sekadar untuk menutup biaya pemeliharaan.
Artinya, Rasullullah mengizinkan kita mengambil keuntungan dari barang yang
digadaikan untuk menutup biaya pemeliharaan. Biaya pemeliharaan itulah yang
kemudian dijadikan dasar ijtihad para pakar keuangan syariah, sehingga gadai
atau ‘rahn’ ini menjadi produk keuangan syariah yang cukup menjanjikan.
Namun
pegadaian yang sering kita saksikan di negeri kita ini banyak yang melanggar
aturan syariah. Sehingga hukumnya haram. Sebab prakteknya justru sekedar
pembungaan uang atau hutang yang nyata-nyata diharamkan di dalam semua agama
samawi.
Misalnya
seseorang menggadaikan mobilnya dan mendapatkan uang pinjaman sebesar 50 juta.
Uang pinjaman ini adalah hutang yang harus dibayarkan pokok dan bunganya. Dan
selama pokok pinjaman itu belum dikembalikan, bunganya tetap terus berkembang.
Boleh jadi ke depannya jumlah hutangnya sudah membengkak menjadi 100 juta. Beda
gadai ini dengan pinjaman uang biasa adalah pada masalah
jaminan, di mana dengan digadaikannya mobil itu, pihak yang memberi pinjaman
akan lebih mudah mengeluarkan uang pinjaman. Sebab harga mobil itu sudah pasti
lebih mahal dari jumlah pinjaman yang diberikan.
Dalam
gadai secara syariah, tidak ada pembungaan uang pinjaman, melainkan biaya
penitipan barang. Ketika seseorang menggadaikan mobilnya, maka dia berkewajiban
untuk membayar biaya penitipan mobil itu. Dan biaya seperti itu wajar terjadi.
Bukankah ketika kita memarkir mobil di sebuah mal, kita diwajibkan untuk
membayar ongkos parkir untuk tiap jamnya? Maka ketika seseorang menggadaikan
mobil, dia pun pada hakikatnya harus membayar biaya penitipan mobil itu. Biaya
penitipan itulah yang jadi keuntungan bagi pihak yang memberi pinjaman hutang.
Perbedaan
utama antara gadai syariah dengan gadai yang haram adalah dalam hal pengenaan
bunga. Pegadaian syariah bebas dari bunga, yang ada adalah biaya penitipan
barang.
Dalam
perkembangannya, gadai yang sesuai syariah ternyata memilki potensi pasar yang
besar sehingga di negara–negara dengan mayoritas penduduk muslim, seperti di
Timur Tengah dan Malaysia, pegadaian syariah telah berkembang pesat. Bahkan di
negeri kita pun sekarang sudah mulai banyak pegadian yang menggunakan sistem
syariah, atau dikenal dengan nama Pegadaian Syariah.
Di masyarakat kita berkembang apa yang
disebut gadai sawah. Di mana yang mempunyai sawah menggadaikan sawahnya kepada
seseorang dan orang tersebut dapat memanfaatkan sawahnya dengan adanya kesepakatan
sebelumnya. Bagaimana hukumnya,
haramkah perbuatan ini, atau
diperbolehkan oleh agama?.
Titik
pangkal masalah dalam urusan gadai sawah adalah, bolehkah sawah yang digadaikan
itu diambil hasilnya oleh pihak yang meminjamkan dana?
Sebab
dalam hukum asalnya, yang namanya gadai adalah transaksi peminjaman uang dengan
jaminan berupa harta benda. Jadi sawah itu sebenarnya hanya barang jaminan yang
dititipkan, seperti seseorang menitipkan kendaraan pada suatu tempat parkir.
Dan karena merupakan barang titipan, seharusnya sawah itu tidak boleh diambil
manfaatnya oleh pihak yang diberi titipan.
Padahal
kita tahu bahwa tujuan awal dalam gadai sawah adalah bukan sekedar pinjam uang
atau titipan, tetapi untuk mendapatkan hasil panen.
Maka
sederhananya jawaban kami, bahwa ada ulama yang membolehkan sawah itu untuk
digarap pihak yang meminjamkah uang, namun umumnya ulama malah mengharamkannya.
Kalau
kita mengikuti pendapat ulama kalangan Al-Hanafiyah, maka sistem gadai sawah
seperti ini hukumnya boleh dan tetap berlaku selama salah satu pihak belum
membatalkannya. Atau menjadi batal saat pihak pemilik sawah tidak mengizinkan
sawahnya digarap.
Landasan
syariah atas kebolehannya itu -menurut ulama Al-Hanafiyah- adalah logika kepemilikan. Bila orang yang memiilki
harta itu sudah membolehkannya, maka mengapa harus diharamkan. Bukankah yang
berhak untuk mengambil manfaat adalah pemilik harta? Dan kalau pemilik harta
sudah memberi izin, kenapa pula harus dilarang?
Jumhur
Ulama Mengharamkan
Sedangkan
kalau kita coba telusuri umumnya para ulama selain ulama Al-Hanafiyah, kita
akan mendapati banyak sekali ulama yang mengharamkan pihak yang ketitipan harta
gadai untuk memanfatkan harta gadai yang sedang dititipkan oleh pemiliknya.
Baik dengan izin pemilik apalagi tanpa izinnya.
Biasanya mereka akan berdalil dengan sabda
Rasulullah SAW berikut ini:
"Semua pinjaman yang melaihrkan
manfaat, maka hukumnya riba."
Jumhur ulama, seperti Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah berpendapat, bila ada seorang berhutang uang dengan menggadaikan sawahnya, maka sawah itu tidak boleh diambil manfaatnya. Tidak boleh ditanami dan tidak boleh dipetik hasilnya oleh pihak yang menerima gadai. Baik dengan izin pemilik sawah atau pun tanpa izinnya.
Jumhur ulama, seperti Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah berpendapat, bila ada seorang berhutang uang dengan menggadaikan sawahnya, maka sawah itu tidak boleh diambil manfaatnya. Tidak boleh ditanami dan tidak boleh dipetik hasilnya oleh pihak yang menerima gadai. Baik dengan izin pemilik sawah atau pun tanpa izinnya.
Kerjsama
Bagi Hasil
Selain
dengan cara gadai, ada jalan lain yang bisa digunakan yaituakad bagi hasil,
atau sering disebut dengan muzara'ah atau musaqah.
Dalam
hal ini, para petani yang tidak punya sawah bisa bekerja sama dengan orang yang
punya lahan sawah. Sawah itu lalu digarap oleh petani. Nanti setelah panen,
hasilnya bisa dibagi dua dengan adil sesuai dengan kesepakatan di awal.
Sewa
Lahan
Cara
lainnya lagi adalah dengan cara sewa lahan. Petani boleh menyewa lahan sawah
kepada pemiliknya untuk sekian lama, dan dia membayar sewanya di awal.Atas uang
yang telah dia keluarkan itu, dia berhak untuk menanaminya sekehendak hatinya,
serta tentunya berhak pula mengambil hasil panennya, seberapa pun besarnya.
Tidak ada istilah bagi hasil panen, karena
sawah itu telah disewa penuh untuk sekian tahun dan telah dibayar biaya
sewanya. Apakah panen berhasil atau tidak, tidak ada pengaruhnya dalam masalah
bayar sewa.
Dikutip
dari :
Sumber Hukum Gadai dalam Syariah. : http://assunnah.or.id
Kabar baik untuk semua orang, SUNSHINE PINJAMAN PERUSAHAAN diberikan pinjaman terjangkau untuk pelanggan tanpa agunan untuk Tahun 2017 dengan rencana sukses.
BalasHapusApakah Anda berpikir untuk memulai bisnis Anda sendiri, Anda berada di utang, ini adalah kesempatan Anda untuk mencapai keinginan Anda, karena kami menawarkan pinjaman pribadi, pinjaman bisnis, dan pinjaman perusahaan, dan semua jenis suku bunga kredit dari 2%. terburu-buru sekarang dan menjadi bagian dari program ini.
(Sunshineloancompany@gmail.com)
Informasi Peminjam:
Nama Lengkap: _______________
Negara: __________________
Sex: ______________________
Umur: ______________________
Jangka Waktu Pinjaman Dibutuhkan: _______
Durasi Pinjaman: ____________
Tujuan Pinjaman: _____________
Nomor Cell Phone: ________
Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi kami sekarang melalui e-mail Sunshineloancompany@gmail.com
(SunshineLoanCompany)