Rabu, 09 Oktober 2013

Salafus Salihin


Ali bin abi thalib

Selama pemerintahan Ali bin Abi Thalib berlangsung, tidak ada masa sedikit pun dalam masa pemerintahannya itu yang dapat dikatakan stabil. Ia menghadapi berbagai pergolakan dan konflik internal di kalangan umat Islam. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa pada masanya tidak ada peradaban yang penting dan tidak dihasilkan. Ada beberapa peradaban yang dihasilkan pada masa Ali bin Abi Thalib, adalah sebagai berikut:

1.       Bidang Politik

a. Mulai berkembangnya paham demokrasi.

Paham demokrasi ini merupakan paham yang dikembangkan dan dianut oleh kaum Khawarij.Menurut mereka khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh umat Islam.

b. Berdirinya partai-partai politik

Adanya partai-partai politik di kubu umat Islam disebabkan oleh:
Golongan Utsman dibawah pimpinan Muawiyah bin Abu Sufyan yang mengumandangkan semboyan menuntut darah Utsman. Dua sahabat terkenal (Zubair dan Thalhah) dan isteri Nabi Aisyah berpihak kepada golongan Utsman.
Golongan Ali, yang mana dalam golongan tersebut terdapat dua golongan yang terkemuka, yaitu golongan Syi'ah dan Kahawij.
Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 6 No.10 Oktober 2008 43
                Partai-partai politik tersebut berdampak pada adanya gangguan dan goncangan terhadap sendi-sendi dalam Daulah Islamiyah yang masih berusia muda ini.
2. Bidang Ekonomi

a.      Perdagangan

Sistem kebijaksanaan perdagangan yang diterapkan Ali tidak jauh berbeda dengan yang diterapkan oleh khalifah sebelumnya, Umar bin Khattab. Ia hanya melanjutkan beberapa kebijakan yang telah dibuat oleh Umar bin Khattab.

b.      Pertanian

Dalam sektor pertanian ini, khalifah Ali mengelola beberapa tanah atau lahan yan telah diambilnya dari Bani Umayyah dan para penduduk lainnya. Hal ini digunakan untuk menambah devisa negara.

c.       Mengelola dan melestarikan kembali Baitul Mal

Baitul Mal merupakan suatu karya budaya Islam yang berupa perbendaharaan negara dan mempunyai tanggung jawab atas pengelolaan keuangan dan kas negara. Pada masa pemerintahan khalifah Ali, ia dengan teguh mengikuti prinsip-prinsip yang telah diterapkan oleh khalifah kedua Umar bin Khattab. Harta dan kekayaan masyarakat dikembalikan kepada rakyat dengan adil dan merata.

3. Bidang Ilmu Pengetahuan

Ali yang dikenal sebagai orang jenis (gerbang ilmu/ Bab al-ilm) menempati posisi yang unik sebagai intelektalitas terbesar di antara para sahabat Nabi.Selain itu, ia juga dikenal sebagai Bapak Ilmu pengetahuan, karena itulah pada masa pemerintahannya mulai muncul dan berkembang beberapa ilmu pengetahuan, di antaranya adalah sebagia berikut:

a.      Ilmu Nahwu dan Ilmu Lughah (Ilmu Balaghah)

Ilmu nahwu dan ilmu lughah lahir dan berkembang di Basrah dan Kufah. Hal ini disebabkan karena kedua kota tersebut banyak bermukim berbagai kabilah Arab yang berbicara dengan bermacam-macam dialeg bahasa, bahkan di sana juga banyak bermukim orang-orang Ajam yang berbahasa Persia. Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah Pembina dan penyusun pertama bagi dasar-dasar ilmu tata bahasa Arab tersebut yang kemudian dilanjutkan oleh Abu Aswad ad-Duali.Dengan adanya ilmu itu, khalifah Ali berjasa dalam memperbaharui gramatika tulisan Arab, dengan membuat rumus-rumus tanda baca, seperti titik dan harakat untuk memudahkan kaum muslimin membaca al-Qur'an atau berkomunikasi melalui tulisan.

b.      Ilmu Hadis

Dalam bidang ilmu hadis, khalifah Ali bin Abi Thalib berusaha untuk memelihara hadis, dengan cara berhati-hati dalam meriwayatkan suatu hadis.Hal ini terbukti dengan perkataannya: "Jika aku mendengar suatu dari Rasul, maka semoga Allah memberi manfaat kepadaku dengan apa yang Beliau kehendaki dari hadis itu. Jika orang lain meriwayatkan kepadaku, maka aku memintanya bersumpah, dan jika mau bersumpah, maka aku membiarkannya". Masa pemerintahan khalifah Ali diwarnai dengan masa permulaan pemalsuan hadis, yang mayoritas dibuat oleh pendukungnya, Syiah yang bertujuan untuk melawan politik dari musuh-musuh mereka. Golongan Syi'ah ini membuat keuatamaan (fadha'il) dari sisi-sisi positif Ali dan menonjolkan sisi-sisi negatif Muawiyah dan para pendukung Bani Umayyah. Dari kejadian inilah, maka 'ulmu al-hadis dibuat dan dikembangkan oleh muhadditsin pada masa itu.

    c. Ilmu Mistik

Ahli mistik terkenal, Junaid al-Baghdadi mengakui bahwa Ali memiliki otoritas paling tinggi dalam ilmu mistik. Ali menghabiskan banyak waktu untuk mistik. Dari ilmu mistik inilah, maka akan melahirkan apa yang disebut sekarang dengan ilmu tasawuf


d. Berkembangnya pemikiran Rasional (Teologi)

Proses perkembangan pemikiran muslim tidak lepas dari adanya pergolakan politik pada masa kekhalifahan Ali, yang menimbulkan perang Shiffin dan memunculkan golongan Khawarij. Golongan Khawarij inilah yang pertama kali memprakarsai terhadap berkembangnya teologi/ilmu kalam, yaitu tentang kufr.

4. Bidang Sosial

Dengan berkembangnya sistem politik di masa khalifah Ali, maka hal tersebut mewarnai pola dan corak kehidupan masyarakat pada waktu itu. Ali dikenal sebagai orang yan memiliki sikap egalitarian yang sangat tinggi dan memberikan contoh sebagai sosok seorang kepala negara yang berkedudukan sama dengan rakyat lainnya. Dalam sebuah kasus, Ali berperkara di pengadilan dengan seorang Yahudi mengenai baju besi. Yahudi tersebut dengan berbagai argumentasinya dan saksinya mengklaim bahwa baju tersebut milikinya. Karena Ali tidak dapat mengajukan bukti-bukti dalam pembelaannya, maka hakim memutuskan untuk memenangkan dan mengabulkan tuntutan Yahudi tersebut.Ali ingin mengembalikan citra pemerintahan Islam sebagaimana pada masa Abu Bakar dan Umar sebelumnya. Namun kondisi masyarakat yang kacau balau dan tidak terkendali lagi menjadikan usaha Ali tidak banyak berhasil. Adapun usasha-usaha yang dapat dilakukannya adalah sebagai berikut:

Mendirikan beberapa madrasah sebagai tempat memberikan pelajaran dalam bentuk khalaqah di masjid atau tempat pertemuan lainnya.Mengembangkan hukum Islam. Selain sebagai khalifah, Ali juga dikenal sebagah seorang mujtahid yang agung dan ahli hukum pada zamannya, dan terbesar di segala zaman. Ia mampu menetapkan aturan-aturan pokok untuk kepentingan umat Islam secara keseluruhan dan menyelesaikan semua masalah rumit dan yang paling musykil sekalipun. Hal ini tergambar pada suatu riwayat yang mengisahkan tentang dua wanita bertengkar memperebutkan
Ittihad




Mu’adz Bin Jabal
Muadz bin Jabal bin Amr bin Aus al-Khazraji mendapat julukan Abu Abdurrahman. Dia termasuk golongan anshor dan seorang bangasawan yang berasal dari Madinah yang termasuk golongan orang yang pertama masuk Islam. Sosok Mua’dz bin Jabal digambarkan sebagai seorang yang berbadan tinggi, cakep, putih bersih, besar kelopak matanya, putih mengkilat giginya, berambut pendek lagi keriting, gagah perkasa, berbudi bahasa dan manis tutur katanya serta cerdas dan cemerlang otaknya. Mua’dz terbuka hatinya untuk menerima kebenaran Islam pada usia yang masih muda 18 tahun. Saat itu dia ikut di bai’at di Aqobah bersama 73 orang anshor lainnya. Setelah di bai’at dia menjadi pendakwah di Madinah dan berhasil mengislamkan beberapa sabahat yang terkemuka disana, salah satu diantaranya adalah Amr bin al-Jamuh.
Ketika Rosulullah Saw memutuskan berhijrah di Madinah, Mua’dz tidak menyianyiakan kesempatan untuk selalu dekat dengan Rosulullah Saw dan mempelajari al-Qur’an dan menimba banyak ilmu dari beliau. Oleh karena itu tidak mengherankan jika kemudian dia menjadi sosok yang dikenal sangat menguasai ilmu agama dan orang yang bisa membaca dengan sangat baik. Penguasaan ilmu terutama dalam hal ilmu fikih menjadikannya seorang ahli fikih bahkan immamul fuqoha (pemimpin para faqih) yang terkenal di kemudian hari. Dia juga dijuluki sebagai kanzul ilmu yang berarti gudangnya ilmu. Para sahabat bahkan Rosulullah sendiri juga sangat memuji kemampuannya dalam hal ilmu fikih. Hal ini juga pernah dinyatakan oleh Umar bin Khattab yang mengatakan:” ” Barangsiapa yang ingin bertanya tentang Al-Qur’an hendaknya ia datang kepada Ubay bin Kaab, dan barang siapa yang ingin tanya tentang hukum halal dan haram, hendaknya ia datang kepada Mu’adz bin Jabal. Dan barang siapa yang ingin bertanya tentang harta hendaknya ia datang kepadaku. Sesungguhnya Allah menjadikanku tukang penyimpan (baitulmal)”. Sementara Rasulullah sendiri juga pernah bersabda, “Umatku yang paling tahu akan yang halal dan yang haram ialah Mu’adz bin jabal.”
Mu'adz bin Jabal r.a. adalah seorang sahabat Nabi saw. yang terkenal cerdas. Otaknya cemerlang, manis tutur katanya, dan ia termasuk salah satu dari enam sahabat Nabi yang hafal Al-Qur'an saat itu. Dalam majelis, ia tidak memulai pembicaraan, kecuali ada yang bertanya. Ketika berbicara, dari lisannya seolah muncul cahaya dan mutiara.
Rasulullah saw pernah mengutusnya ke Yaman sebagai hakim dan guru bagi penduduk setempat. Beliau mengatakan dalam sepucuk surat yang dibawa Mu'adz r.a., "Aku utus kepada kalian orang terbaik dari keluargaku."Sebelum Mu'adz r.a. berangkat ke Yaman dalam rangka melaksanakan tugas hakim di sana, Rasulullah saw. bertanya, "Dengan dasar apa kamu memutuskan perkara, wahai Mu'adz?"Mu'adz r.a. menjawab, "Dengan Kitab Allah (Al-Qur'an)."Jika tidak kamu jumpai dalam Kitab Allah?" tanya Rasulullah saw."Aku putuskan berdasarkan sunnah Rasulullah," jawab Mu'adz.
Beliau bertanya lagi, "Jika tidak kamu jumpai dalam sunnah Rasulullah?"
Mu'adz r.a. menjawab, "Aku akan berijtihad mengoptimalkan akal pikiranku."Rasulullah saw. pun membenarkan ucapan Mu'adz seraya berkata, "Segala puji hanya bagi Allah yang telah memberikan petunjuk-Nya kepada utusan Rasul-Nya”. Tentang Mu'adz bin Jabal r.a., Rasulullah saw. mengatakan, "Orang yang paling mengerti tentang perkara halal haram di antara umatku adalah Mu'adz bin Jabal.”Beliau juga pernah mengatakan, "Mu'adz bin Jabal adalah pemimpin para ulama di hari kiamat nanti."
Di antara petuah Mu'adz bin Jabal r.a. adalah, "Pelajarilah Ilmu apa saja yang kalian inginkan karena Allah tidak akan memberi manfaat dari ilmu kalian hingga kalian mengamalkannya."
pendiam, tak hendak bicara kecuali atas per­mintaan hadirin. Dan jika mereka berbeda pendapat dalam suatu hal, mereka pulangkan kepada Mu’adz untuk memutuskannya. Maka jika ia telah buka suara, adalah ia sebagaimana dilukiskan oleh salah seorang yang mengenalnya: “Seolah-olah dari mulut­nya keluar cahaya dan mutiara”. Dan kedudukan yang tinggi di bidang pengetahuan ini serta penghormatan Kaum Muslimin kepadanya, baik selagi Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat, dicapai Mu’adz se­waktu ia masih muda. Ia meninggal dunia di masa pemerintahan Umar, sedang usianya belum lagi 33 tahun. Mu’adz adalah seorang yang murah tangan, lapang hati dan tinggi budi. Tidak suatu pun yang diminta kepadanya, kecuali akan diberinya secara berlimpah dan dengan hati yang ikhlas. Sungguh kemurahan Mu’adz telah menghabiskan semua hartanya.
Ketika Rasulullah saw. wafat, Mu’adz masih berada di Yaman, yakni semenjak ia dikirim Nabi ke sana untuk mem­bimbing Kaum Muslimin dan mengajari mereka tentang seluk­3eluk Agama.Di masa pemerintahan Abu Bakar, Mu’adz kembali ke Yaman. Umar tahu bahwa Mu’adz telah menjadi seorang yang kaya raya, maka diusulkan Umar kepada khalifah agar kekayaan­nya itu dibagi dua. Tanga menunggu jawaban Abu Bakar, Umar segera pergi ke rumah Mu’adz dan mengemukakan masalah tersebut.Mu’adz adalah seorang yang bersih tangan dan suci hati. Dan seandainya sekarang ia telah menjadi kaya raya, maka kekayaan itu diperolehnya secara halal, tidak pernah diperoleh­nya secara dosa bahkan juga tak hendak menerima barang yang syubhat. Oleh sebab itu usul Umar ditolaknya dan alasan yang dikemukakannya dipatahkannya dengan alasan pula. Umar berpaling dan meninggalkannya.Pagi-pagi keesokan harinya Mu’adz segera pergi ke rumah Umar. Demi sampai di sana, Umar dirangkul dan dipeluknya, sementara air mata mengalir mendahului perkataannya, seraya berkata: “Malam tadi saya bermimpi masuk kolam yang penuh dengan air, hingga saya cemas akan tenggelam. Untunglah anda datang, hai Umar dan menyelamatkan saya”
Kemudian bersama-sama mereka datang kepada Abu Bakar, dan Mu’adz meminta kepada khalifah untuk mengambil seperdua hartanya. “Tidak suatu pun yang akan saya ambil darimu”, ujar Abu Bakar. “Sekarang harta itu telah halal dan jadi harta yang baik”, kata Umar menghadapkan pembicarannya kepada Mu’adz.Andai diketahuinya bahwa Mu’adz memperoleh harta itu dari jalan yang tidak Baik, maka tidak satu dirham pun Abu Bakar yang shalih itu akan menyisakan baginya. Namun Umar tidak pula berbuat salah dengan melemparkan tuduhan atau menaruh dugaan yang bukan-bukan terhadap Mu’adz. Hanya saja masa itu adalah masa gemilang, penuh dengan tokoh-tokoh utama yang berpacu mencapai puncak keutamaan. Di antara mereka ada yang berjalan secara santai, tak ubah bagai burung yang terbang berputar-putar; ada yang berlari cepat, dan ada pula yang berlari lambat, namun semua berada dalam kafilah yang sama menuju kepada kebaikan.Mu’adz pindah ke Syria, di mana ia tinggal bersama pen­duduk dan orang yang berkunjung ke sana sebagai guru dan ahli hukum. Dan tatkala Abu Ubaidah — amir atau gubernur militer di sana  serta shahabat karib Mu’adz meninggal dunia, ia di­angkat oleh Amirul Mu’minin Umar sebagai penggantinya di Syria. Tetapi hanya beberapa bulan saja ia memegang jabatan itu, ia dipanggil Allah untuk menghadap-Nya dalam keadaan tunduk dan menyerahkan diri.
Umar r.a. berkata:“Sekiranya saya mengangkat Mu’adz sebagai pengganti, lalu ditanya oleh Allah kenapa saya mengangkatnya, maka akan saya jawab: Saya dengar Nabi-Mu bersabda: Bila ulama menghadap Allah ‘Azza wa Jalla, pastilah Mu’adz akan berada di antara mereka” .Mengangkat sebagai pengganti,  yang dimaksud Umar di sini ialah penggantinya sebagai khalifah bagi seluruh Kaum Muslimin, bukan kepala sesuatu negeri atau wilayah.Sebelum menghembuskan nafasnya yang,akhir, Umar pernah ditanyai orang: “Bagaimana jika anda tetapkan pengganti anda?” artinya anda pilih sendiri orang yang akan menjadi khalifah itu, lalu kami bai’at dan menyetujuinya. Maka ujar Umar: “Seandainya Mu’adz bin Jabal masih hidup, tentu saya angkat ia sebagai khalifah, dan kemudian bila saya meng­hadap Allah ‘Azza wa Jalla dan ditanya tentang pengangkat­annya: Siapa yang kamu angkat menjadi pemimpin bagi ummat manusia, maka akan saya jawab: Saya angkat Mu’adz bin Jabal setelah mendengar Nabi bersabda: Mu’adz bin Jabal adalah pemimpin golongan ulama di hari qiamat”
Pada suatu hari Rasulullah saw, bersabda:“Hai Mu’adz! Demi Allah saya sungguh sayang kepadamu. Maka jangan lupa setiap habis shalat mengucapkan: Ya Allah, bantulah daku untuk selalu ingat dan syukur serta beribadat dengan ikhlas kepada-Mu”. Tepat sekali: “Ya Allah, bantulah daku … ! “
Rasulullah saw. selalu mendesak manusia untuk memahami makna yang agung ini yang maksudnya ialah bahwa tiada daya maupun upaya, dan tiada bantuan maupun pertolongan kecuali dengan pertolongan dan daya dari Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.Mu’adz mengerti dan memahami ajaran tersebut dan telah menerapkannya secara tepat. Pada suatu pagi Rasulullah bertemu dengan Mu’adz, maka tanyanya: “Bagaimana keadaanmu di pagi hari ini, hai Mu’adz?”. “Di pagi hari ini aku benar-benar telah beriman, ya Rasulullah, ujar Mu adz”. “Setiap kebenaran ado hakikatnya, ujar Nabi pula, maka apakah hakikat keimananmu?” “Ujar Mu adz: Setiap berada di pagi hari, aku menyangka tidak akan menemui lagi waktu sore. Dan setiap berada di waktu sore, aku menyangka tidak akan mencapai lagi waktu pagi . . . Dan tiada satu langkah pun yang kulangkahkan, kecuali aku menyangka tiada akan diiringi lagi dengan langkah lainnya. Dan seolah­-olah kesaksian setiap ummat jatuh berlutut, dipanggil melihat buku catatannya. Dan seolah-olah ku­saksikan penduduk surga meni’mati kesenangan surga. Sedang penduduk neraka menderita siksa dalam neraka. Maka sabda Rasulullah saw.: Memang, kamu mengetahuinya, maka pegang teguhlah jangan dilepas­kan … !
Benar dan tidak salah Mu’adz telah menyerahkan seluruh jiwa raga dan nasibnya kepada Allah, hingga tidak suatu pun yang tampak olehnya hanyalah Dia. Tepat sekali gam­baran yang diberikan Ibnu Mas’ud tentang k6pribadiannya, katanya:“Mu’adz adalah seorang hamba yang tunduk kepada Allah dan berpegang teguh kepada Agama-Nya. Dan kami meng­anggap Mu’adz serupa dengan Nabi Ibrahim as” Mu’adz senantiasa menyeru manusia untuk mencapai ilmu dan berdzikir kepada Allah. Diserunya mereka untuk mencari ilmu yang benar lagi bermanfaat, dan katanya:
“Waspadalah akan tergelincirnya orang yang berilmu! Dan kenalilah kebenaran itu dengan kebenaran pula, karena kebenaran itu mempunyai cahaya.Menurut Mu’adz, Ibadat itu hendaklah dilakukan dengan cermat dan jangan berlebihan.Pada suatu hari salah seorang Muslim meminta kepadanya agar diberi pelajaran. “ Apakah anda sedia mematuhinya bila saya ajarkan? tanya Mu’adz. “Sungguh, saya amat berharap akan mentaati anda! ujar orang itu. Maka kata Mu’adz kepadanya:“Shaum dan berbukalah. Lakukanlah shalat dan tidurlah.Berusahalah mencari nafkah dan janganlah berbuat dosa. Dan janganlah kamu mati kecuali dalam beragama Islam. Serta jauhilah do’a dari orang yang teraniaya”. Menurut Mu’adz, ilmu itu ialah mengenal dan beramal, katanya: “Pelajarilah segala ilmu yang kalian sukai, tetapi Allah tidak akan memberi kalian manfa’at dengan ilmu itu sebelum kalian meng’amalkannya lebih dulu”. Baginya iman dan dzikir kepada Allah ialah selalu siap siaga demi kebesaran-Nya dan pengawasan yang tak putus-putus terhadap kegiatan jiwa. Berkata al-Aswad bin Hilal:“Kami berjalan bersama Mu’adz, maka katanya kepada kami: Marilah kita duduk sebentar meresapi iman”. “Mungkin sikap dan pendiriannya itu terdorong oleh sikap jiwa dan fikiran yang tiada mau diam dan bergejolak sesuai dengan pendiriannya yang pernah ia kemukakan kepada Rasulullah, bahwa tiada satu langkah pun yang dilangkahkannya kecuali timbul sangkaan bahwa ia tidak akan mengikutinya lagi dengan langkah berikutnya. Hal itu ialah karena tenggelamnya dalam mengingat-ingat Allah dan kesibukannya dalam menganalisa dan mengoreksi dirinya.
Sekarang tibalah ajalnya, Mu’adz dipanggil menghadap Allah. Dan dalam sakaratul maut, muncullah dari bawah sadarnya hakikat segala yang bernyawa ini; dan seandainya ia dapat berbicara akan mengalirlah dari lisannya kata-kata yang dapat menyimpulkan urusan dan kehidupannya.Dan pada saat-saat itu Mu’adz pun mengucapkan perkataan yang menyingkapkan dirinya sebagai seorang Mu’min besar. Sambil matanya menatap ke arah langit, Mu’adz munajat kepada Allah yang Maha Pengasih, katanya: “Ya Allah, sesungguhnya selama ini aku takut kepada-Mu, tetapi hari ini aku mengharapkan-Mu.Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa aku tidaklah mencintai dunia demi untuk mengalirkan air sungai atau menanam kayu-kayuan. tetapi hanyalah untuk menutup hawa di kala panas, dan menghadapi saat-saat yang gawat, serta untuk menambah ilmu pengetahuan, keimanan dan ketaatan”
Lalu diulurkanlah tangannya seolah-olah hendak bersalaman dengan maut, dan dalam keberangkatannya ke alam ghaib masih sempat ia mengatakan:“Selamat datang hai maut. Kekasih tiba di saat diperlukan. Dan nyawa Mu’adz pun melayanglah menghadap Allah Kita semua kepunyaan Allah.





ABU HURAIRAH
Hadis-hadis Abu Hurairah lebih banyak dari sahabat yang lebih lama hidup bersama Nabi dan bahkan lebih banyak dari Istri-istri Nabi Muhammad. Orang bertanya-tanya bagaimana mereka harus menerangkan fakta ini. Begitu banyaknya hadis yang diriwayatkannya telah mendorong ulama-ulama di zaman dahulu maupun sekarang untuk mendiskusikan keandalan Abu Hurairah.
1. Biografi singkat Abu Hurairah
Abu Hurairah adalah Abdurrahman bin Sakhir bin Tsalabah bin Salim bin Fahmi bin Ghanan bin Daws Al Yaman, dinisbatkan kepada Dausi bin Udtsan bin Abdillah bin Zahran bin Ka’bah bin Al Harits bin Kalb bin Abdillah bin Malik bin Nashar bin Syanuah bin Al Azd, Al Azd termasuk kabilah yang paling besar dan terkenal di Arab dan dinisbatkan pula pada Al Azad bin Ghauts bin Nuhat bin Malik bin Kahlan dari Arab Al Qathaniyah.
Para ahli sejarah berbeda pendapat mengenai nama beliau, demikian pula tentang nama ayahnya. Beliau sendiri menerangkan, bahwa di masa Jahiliyah beliau bernama Abu Syams. Setelah memeluk Islam, beliau diberi nama oleh Nabi dengan Abdur Rahman al-S}ahri atau Abdullah, ibunya bernama Maimunah, yang memeluk Islam berkat seruan Nabi. Beliau lahir tahun 21 sebelum Hijriyah = tahun 602 M.
Abu Hurairah datang ke Madinah pada malam futuh Khaibar pada bulan Muharram tahun 7 H. Lalu memeluk agama Islam. Setelah beliau memeluk Islam, beliau tetap beserta Nabi dan menjadi ketua Jama’ah Ahlus Suffah, karena inilah beliau mendengar Hadis Nabi. Abu Hurairah lahir di Yaman dan besar disana sampai ia berumur lebih dari 30 tahun. Ia demikian bodoh dan tidak memiliki wawasan ataupun pengetahuan. Ia adalah seorang papa yang pelupa oleh karena usianya, seorang yatim yang diterjang kemiskinan, menjadi buruh ini dan itu pada laki-laki ataupun wanita hanya untuk mengisi perutnya
Rasulullah menjulukinya “Abu Hurairah (bapak kucing kecil)” , ketika beliau melihatnya membawa seekor kucing kecil. Julukan dari Rasulullah itu semata karena kecintaan beliau padanya. Sehingga jarang ada orang yang memanggilnya dengan nama sebenarnya (Abdurrahman bin Sakhr). Dan Nabi menjulukinya seperti itu karena setiap hari Abu Hurairah selalu membawa kucing kemana ia pergi dan pada malam hari ditempatkan disebuah pohon.sehingga beliau juga disebut bapaknya kucing, karena kecintaan Abu Hurairah.
2. Abu Hurairah, Pada Masa Rasulullah, para Sahabat
Abu Hurairah memeluk Islam pada tahun ke 7 H, yakni bertepatan dengan terjadinya perang Khaibar. Ia adalah pemimpin para ahli Suffah, yang menggunakan seluruh waktunya beribadah di masjid Nabawi. Allah ternyata mengabulkan do’a Nabi Muhammad SAW, agar Abu Hurairah dianugerahi hafalan yang kuat. Ia memang paling banyak hafalannya diantara para sahabat. Imam Bukhari, Muslim, Ahmad, al-Nasa>i>, Abi> Ya’la> dan Abi> Nu’aim mentakhrijkan sebuah hadis darinya, bahwa ia pernah berkata :

“Menceritakan kepada kami Hasan ibn Hamma>d, menceritakan kepada kami Mu’a>wiyah ibn Hisha>m dari Wali>d ibn ‘Abdulla>h ibn Jumai’ dari Abi> T{ufail dari Abi> Hurairah ia berkata : Aku pernah mengadu kepada Rasulullah SAW tentang jeleknya hafalan, Rasulullah bersabda : “Bentangkanlah selendangmu”, akupun membentangkannya. Lalu Rasulullah menceritakan banyak hadith kepadaku dan aku tidak melupakan sedikitpun apa yang beliau ceritakan kepadaku.
Abu Hurairah betapapun wira’i, takwa dan zuhudnya selalu gembira dan suka berkelakar. Apabila melewati anak-anak, ia kerapkali membuat mereka tertawa, kalau bertemu dengan orang-orang dipasar, ia menceritakan sesuatu yang membuat mereka gembira. Tetapi jika sedang sendirian ia bertahajjud, yang dilakukan dengan khusyu’ sepanjang malam. Bahkan menurut pengakuan Abu Hurairah sendiri, ia telah membagi waktu setiap harinya menjadi tiga bagian , sebagian untuk beribadah sebagian untuk menghafal hadis dan sebagian lagi untuk istirahat. Kelebihan lain yang dimiliknya adalah kuat dalam hafalan dan ia tergolong pada salah seorang fari tujuh sahabat yang lainnya.
Pada Masa Nabi. Kontroversi Abu Hurairah sudah bisa ditemukan dan dianalisa pada masa bersama Nabi. Bukhori menyebutkan , bahwa Abu Hurairah berkata : “orang-orang mengatakan bahwa Abu Hurairah meriwayatkan begitu banyak hadis yang barangkali tidak dikatakan oleh Nabi. Aku mendekati Nabi hanya untuk memuaskan laparku.” Abu Hurairah meriwayatkan hadis-hadisnya hanya untuk membuat senang orang kebanyakan pada dirinya terutama setelah meninggalnya Sahabat-Sahabat besar.
Pada Masa Khalifah. Pada masa Utsman. Abu Hurairah menjadi sangat bergairah kepada keluarga Abdul Ass dan seluruh Bani Umayyah ketika Utsman menjadi Khalifah. Ia menggandeng Marwan bin Hakam serta menyanjung keluarga Abu Ma’ith, karena itu ia menjadi orang yang penting terutama setelah pengepungan rumah Utsman selama revolusi melawannya, sebab Abu Hurairah bersamanya didalam rumah itu. Karenanya, ia memperoleh kemekaran dan ketenaran.
Abu Hurairah mendapatkan momen yang pas untuk mencari kesempatan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat dengan bergabung dengan gerombolan Utsman yang dikepung oleh pemberontak, karena Abu Hurairah tahu bahwasannya para pemberontak tersebut hanya mengincar nyawa Utsman.
“Menceritakan kepada kami Muhammad ibn Hasan al-Asadi> berkata, keduanya memuji Ibrahim ibn T{ahman dari Musa ibn ‘Aqabah dari kakeknya Abi Hasanah berkata : saya masuk ke rumah Usman kemudian saya mendengar Abu Hurairah berkata : saya mendengar Rasulullah SAW. Bersabda : “Akan ada kerusuhan dan perselisihan setelahku.” Mereka berkata, “apa yang Engkau perintahkan kepada kami kalau begitu?” Beliau bersabda, menunjuk kepada Imam Ali,” pertahankan Amir serta sahabat-sahabtnya.”
Akan tetapi Abu Hurairah lebih membuat senang keluarga Abul Ash, Abu Ma’ith dan Abu Sofyan, karena itu ia mengubah hadis ini kepada Utsman. Dan sebagai imbalannya, mereka memberi hadiah untuk segala “kebaikannya.”
Dari sini sudah bisa disangsikan bahwasannya sebgian hadis dari Abu Hurairah tidak sesuai dengan ucapan Nabi. Pada masa Bani Umayyah juga demikian. Bani Umayyah memperbudak Abu Hurairah dengan berbagai kebaikan mereka, mereka mengambil pendengaran, penglihatan serta hatinya, dan menjadikannya seorang yang penurut, jadi ia adalah sarana dari kebijakan-kebijakan mereka.
Bani Umayyah menyuruh Abu Hurairah membuat hadis-hadis tersebut diatas hanya untuk kepentingan politis untuk mengalahkan Imam Ali. Karena dengan menyebar hadis-hadis palsu yang bisa menjatuhkan Imam Ali, akan mudah baginya utnuk mempengaruhi masyarakat agar membenci Ali dan target Muawiayah akan berhasil. Berikut contoh hadisnya yang mencemarkan Imam Ali. Nabi bersabda : “dari Marrah al-Hamdani berkata : ‘Ali ibn Abi T{alib membacakan kepada kami s{hifah sekedarnya di dekat pedang Rasulullah SAW : “ Setiap Nabi mempunyai tempat suci. Tempat suciku adalah Madinah. Barang siapa yang berbuat kerusakan di Madinah, akan dikutuk oleh Allah, para malaiakat dan seluruh umat manusia.” Aku bersumpah demi Allah bahwa Ali telah berbuat kerusakan di dalamnya. Ketika mendengar ucapan itu, Muawiyah menyetujuinya, memberi imbalan serta mengangkatnya menjadi Gubernur Madinah.
Disini jelas keluarnya hadis buatan Abu Hurairah adalah untuk kepentingan Muawiyah dan itu sangat bertentangan dengan pribadi Ali yang dimuliyakan oleh Nabi.
3. Jumlah Hadis-Hadis Abu Hurairah
Semua yang mengumpulkan hadis secara bulat setuju bahwa Abu Hurairah telah meriwayatkan hadis-hadis lebih banyak dari siapapun juga. Mereka telah menghitung hadis-hadisnya, yang berjumlah 5.374 buah. Bila dibandingkan dengan keempat khalifah, jumlah ini sangat banyak. Abu Bakar telah meriwayatkan sejumlah 142 Hadis, Umar meriwayatkan 537 Hadis, Utsman 146 dan Ali meriwayatkan 586. jadi total hadis semuanya adalah 1.411 buah hadis.
Jika dibandingkan dengan masa hidup bersama dengan Nabi, Abu Hurairah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan para Sahabat. Diperkuat lagi dengan Aisyah (istri Nabi), hadis-hadis yang diriwayatkan berjumlah 2.210 buah meskipun ditambahkan dengan yang diriwayatkan Ummu Salamah, bahkan seluruh istri Nabi itupun masih kalah banyak dibandingkan hadis Abu Hurairah.
4. Contoh Hadis-Hadisnya
Dua orang ulama besar menyebutkan bahwa Abu Hurairah telah berkata : “ Nabi Muhammad SAW bersabda “ Ya Allah, Muhammad tidak lain hanyalah manusia biasa. Ia marah sebagaimana manusia lainnya. Aku berjanji pada-Mu yang Engkau tidak akan membatalkannya. Setiap mukmin yang aku lukai, aku aniaya, kutuk serta aku dera, biarkan itu menjadi penebus dosanya serta menjadi jalan baginya agar menjadi lebih dekat dengan-Mu.
Hadis diatas sangat bertentangan dengan Nabi, Nabi-Nabi jauh dari setiap ucapan atau tindakan yang akan bertentangan dengan kemaksuman mereka atau dengan semua yang tidak akan cocok dengan kebijaksanaan serta kearifannya. Ini juga diperkuat oleh Aisyah (istri Nabi) tentang akhlak Nabi, suatu hari ada orang yang bertanya tentang akhlak Nabi Muhammad SAW. Aisyah mengatakan padanya, “Apakah engkau membaca Qur’an?” ia berkata, “ya” Aisyah berkata , “Qur’an adalah akhlaknya”
Abu Hurairah mengeluarkan hadis diatas hanya untuk melindungi dan membela kemunafikan bani Umayah yang telah melakukan penganiayaan dan pengrusakan.
Muslim menyebutkan bahwa Abdul Malik bin Abu Bakar berkata bahwa Abu Bakar telah berkata :
“Artinya : menceritakan kepada kami ‘Abdullah, menceritakan kepadaku Ubay, menceritakan kepada kami Yahya ibn Sa’id dari Ibn Juraij berkata : “Aku mendengar Abu Hurairah meriwayatkan dalam berbagai ceritanya “ Barangsiapa yang tidak suci setelah fajar, maka ia tidak berpuasa”. Aku sampaikan hadith ini kepada Aisyah dan Ummu Salamah (Istri Nabi), bertanya kepada mereka dan mengatakan padaku “ Nabi tidak suci di pagi hari tanpa mimpi basah dan beliau berpuasa”.
Kemudian ditanyakan dan dibicarakan kepada Abu Hurairah yang disampaikan Aisyah dan Ummu Salamah. Abu Hurairah berkata “mereka lebih tahu daripada aku”. Aku mendengar hadis ini dari al-Fadhl dan tidak mendengarnya dari Nabi langsung


Tidak ada komentar:

Posting Komentar