Kisi-kisi
UTS Fiqh Mu’amalah
1. Thuruq
al istinbath
Intinbath merupakan pengambilan hukum
dan adapun yang dibahas dikelas ushul fiqh di pertemuan pertama adalah
pengambialan hukum dari alqur’an dan assunnah (nash). Sedangkan thuruq al
istinbath merupakan cara atau prosedur penggalian
hukum dari nash. (Kitab ushul fiqh Prof. Muhammad Abu Zahra Hal. 166)
Cara penggalian hukum ada dari nash
dua macam pendekatan, yang pertama : Pendekatan makna (Thuruq ma’nawiyyah)
adalah penarikan kesimpulan (istidlal)
hukum bukan kepada nash langsung seperti menggunakan qiyas, istihsan, masholih
mursalah, dzara’I dan lain sebagainya. Yang kedua : Pendekatan makna (thuruq
lafdziyah) penerapannya membutuhkan factor pendukung yang sangat
dibutuhkan yaitu :
-
Penguasaan
terhadap ma’na (pengertian)dari lafadz-lafadz nash serta konotasinya dari segi
umum dan khusus
-
Mengetahui
dalalahnya
-
Mengetahui
perbedaan Ibarat nash dan Isyarat nash, dan lain sebagainya.
Lafadz
yang jelas pengertiannya, ada empat tingkatankekuatan dilalahnya :
-
Zhahir
-
Nash
-
Mufassar
-
Muhkam
Lafadz
yang tidak jelas pengertiannya, terbagi menjadi empat :
-
Al
khafi
-
Al-musykil
-
Al-mujmal
-
Al-mutasyabih
2. Dilalah
al- Mafhum
Secara
etimologi pengertian al-mafhum adalah : sebuah ibarat dari
kumpulan beberapa sifat yang menjelaskan terhadap makna secara keseluruhan. al-mafhum
itu sendiri berasal dari kata "fahima as-Syaia fahman dari bab ta'iba"
mempunyai arti : sebuah gambaran yang sangat bagus.
Sedangkan
secara terminilogis makna al-mafhum adalah : lafadz yang menunjukkan
terhadap sesuatu diluar pembicaraan (fi ghairi mahalli an-nutqi), dan
menjadi sebuah hukum terhadap yang telah ditetapkan. (http://zlemb.multiply.com/journal/item/7?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem)
Dilalah al-Mafhum terbagi menjadi
dua bagian :
-
Dilalah
mafhum al-muwafaqoh
-
Dilalah
mafhum al mukhalafah
(Kitab ushul fiqh Prof. Muhammad Abu Zahra
Hal.219)
3. Dalalatun
nash
Disebut juga mafhum muwafaqoh dan
dilalatul aula. Dilalatun nash ialah pengertian secara implicit tentang suatu
hukum lain yang dipahami dari pengertian nash secara eksplisit (ibarotun nash)
karena adnya factor yang sama(Kitab ushul fiqh Prof. Muhammad Abu Zahra Hal.
208).
4. Dalalatun
al iqtidho
Dilalatun Iqtidho merupakan penunjukan
lafadz terhadap sesuatu, dimana pengertian lafadz tersebut tidak logis kecuali
dengan adanya sesuatu tersebut.(Kitab ushul fiqh Prof. Muhammad Abu Zahra Hal.
210)
5. Mujmal
Mujmal adalah bentuk ungkapan yang
dalam maknanya tersimpan banyak ketentuan dan berbagai keadaan yang tidak
mungkin diketahui secara pasti kecuali melalui pernyataan lain yang menjelaskan
(mubayyin).( Kitab ushul fiqh Prof. Muhammad Abu Zahra Hal. 190)
6. Ijma’
dan macam-macamnya
Ijma’
adalah salah satu dalil syara’ yang memiliki tingkat kekuatan argumentatif
setingkat dibawah dalil-dalil nash (alqur’an dan hadits).Ijma’ juga merupakan
kesepakatan para mujtahid dalam suatu masa setelah waafatnya Rasulullah SAW
terhadap hukum syara’ yang bersifat praktis (‘amaly). Imam syafi’I membagi hukum yang bersumber dari
dalil-dalil syara’ menjadi dua :
-
Hukum
Zahir
-
Hukum
Batin
(Kitab ushul fiqh
Prof. Muhammad Abu Zahra Hal.307)
7. Naskh
? syarat dan macam-macamnya !
Naskh ialah mengganti atau merubah
hukum syara’ dengan dalil yang turun kemudian, contoh : QS 2:106, 7:154, 22:52,
dan 45:29. Dan menurut Imam ibn Hazm Naskh ialah menjelaskan bahwa masa
berlakunya hukum yang terkandung dalam nash yang pertama telah habis.
Berikut
syarat-syarat meNasakh suatu nash :
-
Hukum
yang diganti (mansukh) itu tidak diikuti oleh ungkapan yang menunjukan atas
berlakunya hukum tersebut selama-lamanya (abadi).
-
Mansukh
itu tidak termasuk yang masalah-masalah yang telah disepakati oleh para cerdik
pandai atas kebaikan atau keburukan masalah-masalah tersebut.
-
Nasikh
turunnya harus lebih akhir dari nash yang diganti (mansukh).
-
Jika
nasakh tidak jelas, maka diisyaratkan kedua nash tersebut (nasikh dan mansukh)
benar-benar sudah tidak dapat dikompromikan.
Nasakh terbagi menjadi dua :
-
Nasakh
Sharih yaitu Nasakh yang menyatakan dengan jelas bahwa hukum yang dimansukh
telah habis masa berlakunya.
-
Nasakh
Dhimni ialah nasakh yang mengganti salah satu dari dua nash yang saling
berlawanandan keduanya tidak dapat dikompromikan.
Nasakh
Dhimni terbagi menjadi dua macam yaitu :
a.
Nasakh
Dhimni yang mengganti seluruh hukum yang terkandung dalam nash yang turunnya
terlebih dahulu.
b.
Nasakh
Dhimni yang hanya mengganti sebagian hukum yang terkandung dalam suatu nash.
(Kitab
ushul fiqh Prof. Muhammad Abu Zahra
Hal.283, 295)
8.
Fatwa sahabat
Fatwa sahabat adalah pendapat sahabat
rasulullah tentang suatu kasus dimana hukumnya tidak dijelaskan secara tegas
dalam alqur’an dan hadits
Sahabat
adalah setiap muslim yang hidup dan bergaul bersama Rasul SAW dalam waktu yang
cukup lama serta menimba ilmu dari beliau. Beberapa contoh sahabat rasul yaitu
: Abu bakar Ashidiq, Umar ibnu Khattab, Utsman ibn ‘Affan, Ali Ibn Abi Thalib,
Abdul ibn Mas’ud, Zaid ibnTsabit, Abdullah ibn Umar ibn Khattab, Abdu Syata Radhiallahu
‘anha dan Abdullah ibn ‘Abbas.
Mengenai fatwa sahabat ini, Abdul
Karim Zaidan (Ulama kontemporer saat ini), membagi fatwa sahabat kedalam empat
kategori :
1.
Fatwa
sahabat yang bukan hasil Ijtihad, contohnya seperti fatwa Ibnu Mas’ud yang
mengatakan “ Batas minimum maskawin
adalah sepuluh dirham”.
2.
Fatwa
sahabat yang disepakati secara tegas dikalangan mereka, atau lebih dikenel
sebagai Ijma’ sahabat. Fatwa seperti inilah yang menjadi pegangan atau hujjah
bagi generasi sesudahnya.
3.
Fatwa
sahabat secara perorangan yang tidak mengikat sahabat yang lain. Para mujtahid
dikalangan sahabat memang sering ikhtilaf, namun dalam hal ini fatwa sahabat
tidak mengikat sahabat lain.
4.
Fatwa
sahabat secara perorangan yang didasarkan pada ra’yu dan ijtihad.
(Kita
b ushul fiqh Prof. Muhammad Abu Zahra
Hal. 328)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar