BAB I
Studi Manajemen
Manajemen mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan oleh individu-individu yang menyumbangkan upayanya yang terbaik melalui tindakan-tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal tersebut meliputi pengetahuan tentang apa yang harus mereka lakukan, menetapkan cara bagaimana mereka melakukannyadan mengukur efektifitas dari usaha-usaha mereka. Selanjutnya perlu menetapkan dan memelihara pula suatu kondisi lingkungan yang yang memberikan response ekonomis, psikologis, social, politis dan sumbangan-sumbangan teknis serta pengendaliannya.
Manajemen merupakan sebuah kegiatan, pelaksanaannya disebut managing dan orang yang melakukannya disebut manager.Individu yang menjadi manajer menangani tugas-tugas baru yang seluruhnya bersifat “managerial” . Yang penting diantaranya ialah menghentikan kecendrungan untuk melaksanakan segala sesuatunya seorang diri saja. Tugas-tugas oprasional dilaksanakan melalui upaya-upaya kelompok anggotanya. Pokoknya, tugas-tugas seorang manajer ialah memanfaatkan usaha-usaha kelompok secara efektif.
Hubungan manajemen dengan suatu kelompok merupakan arah pandangan yang akan dibahas di Bab awal paper ini. Memang betul, seseorang mengurus persoalan pribadinya sendiri, tetapi ihwal yang penting dalam di dalam manajemen ialah pengurusan sesuatu oleh sebuah kelompok. Usaha-usaha secara kooperatif merupakan kata-kata yang berlaku dimasa kini. Sumber-sumber bahan baku yang luas dan kemampuan teknis merupakan hal-hal yang langka, kecuali kemampuan manajerial untuk memakai sumber-sumber dan keahlian tersebut melalui kelompok yang yang terorganisir, digalakan dan dikembangkan. Selanjutnya, berhubungan dengan terbatasnya kemampuan pribadi individu, dirasakan perlu untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan secara bersama (kelompok).
Manajemen mepunyai tujuan-tujuan tertentu dan bersifat tak berwujud (intangible). Usahanya ialah mencapai hasil-hasil yang spesifik, biasanya dinyatakan dalam bentuk sasaran-sasaran. Upaya dari kelompok menunjang pencapaian tujuan yang spesifik itu. Manajemen dapat dinyatakan sebagai tidak berwujud (intangible), karena tidak dapat dilihat, tetapi dapat dirasakan hasilnya, yakni output pekerjaan yang cukup, ada kepuasan pribadi.
Manajemen merupakan suatu ilmu dan seni. Ada wadah pengetahuan tentang manajemen yang terorganisir, ada ilmu penngetahuan yang menjelaskan bahwa manajemen dapat dibuktikan kebenarannya secara umum. Hubungan kausal antara variabel manajemen telah dapat ditentukan dan dinyatakan secara umum, tetapi hal yang bersifat umum itu masih dapat diteliti lagi melalui riset dan modifikasi dengan pengetahuan yang lebih maju. Semua ilmu bersifat dinamis, ada bidang-bidang yang lebih maju dari yang lain. Jika tidak demikian, maka kita tidak akan memiliki pengetahuan yang lebih akumulatif pada hari ini dibandingkan dengan pengetahuan orang-orang memsir kuno atau masyarakat kerajaan romawi dulu.
Seni merupakan pengetahuan untuk mencapai hasil yang diinginkan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Kemahiran timbul melalui pengalaman, pengamatan dan studi serta kewajiban untuk menerapkan pengetahuan manajemen sebagaimana mestinya. Seni manajemen menuntut suatu kreativitas yang didasarkan pada kondisi pemahaman ilmu manajemen. Dengan demikian, ilmu dan seni manajemen saling isi mengisi. JIka salah satu meningkat, maka yang lain harus meningkat pula, diperlukan suatu keseimbangan diantara kedua aspek tersebut. Manajemen sudah sama tuanya dengan peradaban manusia. Leluhur orang –orang Yunani dan Kerajaan Romawi memberikan bukti-bukti secukupnya bahwa manajemen sudah dilaksanakan dilingkungan pemerintahan (dibuktikan dengan data historis) yakni dikesatuan angkatan darat dan badan-badan peradilan. Di dalam decade pertama abad ke 19, manajemen sudah mulai maju dengan meningkatkan cara berproduksi. Pemberian insentif, penetapan biaya dan pengukuran hasil kerja mulai diberlakukan. Sepanjang abad ke 19 dan memasuki abad ke 20 semakin banyak, mahasiswa, industrialis, penjabat-penjabat pemerintah mulai tertarik pada manajemen.
Perhatian mulai dibarikan kepada masalah-masalah organisasi, penggunaan waktu secara efektif dan pengendalian anggaran. Usaha-usaha penting diarahkan untuk mengembangkan teori-teori manajemen dan membentuk kerangka-kerangka kerja untuk paham manajemen dimasa mendatang. Sekitar tahun 1930, dikembangkan pemikiran bahwa manusia merupakan unsure terpenting dalam manajemen dan mengakibatkan banyak orang mempelajari pengetahuan tentang tingkah laku manusia. Beberapa decade kemudian, tersedia mesin-mesin computer yang semakin menekankan pemakaian metode analisa kuantitatif didalam manajemen. Aplikasi matematis dan statistic member pendekatan baru kepada manajemen. Akhir-akhir ini terjadi beberapa pendekatan baru seperti konsentrasi pada pengambilan keputusan dan pada system-sistem serta member arah baru kepada paham manajemen.
Berbagai pengembangan menimbulkan beberapa pendekatan utama terhadap manajemen. Sering juga disebut sebagai teori-teori manajemen atau “kelompok paham manajemen”, beberapa diantaranya telah menjadi pioneer untuk bidang-bidang yang baru sekali, sedangkan beberapa lainnya merupakan modifikasi atau fusi dari dari konsep-konsep manajemen terdahulu. Suatu subyek sevital ,manajemen mencakup masalah yang berpengaruh terhadap manusia, nilai-nilai keinginan dan teknologi. Sehingga menarik perhatian mahasiswa dan para pelaksan manajemen di berbagai bidang seperti ekonomi, psikologi, sosiologi, ilmu politik dan matematika.
BAB II
Sasaran Manajemen
Sasaran (goal) merupakan kepentingan tertinggi dalam manajemen, karna dapat memberikan tujuan tujuan dan arah yang akan ditempuh, sehingga manajemen dapat memberikan sesuatu yang benar-benar berarti. Sasaran tersebut harus harus ditetapkan dan diberitahukan sedemikian rupa sehingga dapat digunakan sebagai ukuran dari sukses atau kegagalan.
Target-target dan tujuan sering digunakan silih berganti sebagai penganti kata sasaran. Ada yang berpendapat bahwa kata target berkonotasi dengan ukuran kuantitatif, tetapi definisi tersebut tidak bersifat universal.
Sasaran yang diketahui secara umum dan ditetapkan dengan baik diakui oleh sebagian besar manajer sebagai pemilik kemampuan motifasi didalam dan pada mereka sendiri. Sasarantersebut melahirkan kegiatan, mengarahkan usaha-usaha managemen secara efektif dan mengakhiri penghamburan energy untuk tugas-tugas yang tidak produktif dan pertentangan-pertentangan pribadi. Menetapkan dan mengumumkan sasaran yang hendak dicapai merupakan sebuah tantangan yang besar. Semua pihak harus mengetahui tujuannya dan seluruh anggota manajemen harus bekerja sama menuju sasaran tersebut. Hal tersebut memang harus dilakukan demikian, tetapi sering kali sasaran tersebut dinyatakan agak samar-samar, sehingga diabaikan oleh manager yang kemudian tersesat di dalam problema. Jika sasaran-sasaran tersebut tidak dinyatakan dengan tepat, maka faktor kesempatan (yang bukan pengarahan dari manajemen) yang menetapkan arah tujuan dari kegiatan tersebut.
Sasaran harus dapat dicapai. Manajemen boleh mengajukan pertanyaan, “apakah individu atau elompak kerja betul-betul mampu untuk mencapai tujuannya ? apakah yang akan timbul didalam industry ? apakah perlu mengambil langkah-langkah yang lambat asal selamat saja, berarti tidak mendorong pegawai-pegawai untuk mencapai hasil yang lebih besar”. Sebaliknya jika sasaran bersifat terlalu optimistic untuk dicapai, maka tidak dapat dijadikan tantangan, karena para pegawai tidak percaya akan dapat mencapainya. Konsensusnya ialah bahwa sasaran harus praktis dan dapat tercapai, tetapi membutuhkan jangkauan.
Sasaran harus memiliki arti yang tepat bagi manager. Jika sasaran-sasaran dinyatakan dengan kata-kata yang samar seperti “untuk membentuk warga perusahaan yang konstruktif” atau “mendapatkan keuntungan” sesungguhnya membingungkan sekali. Manajer perlu mengetahui ada berapa pegawai dengan sifat yang bagaimana dan dalam waktu berapa lama. Hanya sasaran-sasaran yang spesifik yang menunjukan sasaran pasti yang ingin dicapai dapat dapat member manajer suatu dasar yang efektif untuk melakukan tindakan. Jika sasarannya bersifat spesifik, maka akan lebih mudah menentukan sumber kegiatan yang perlu dipakai, resiko-resiko yang perlu diperhitungkan, kemungkinan mencapai sukses dan hal-hal yang perlu dikerjakan.
Kami memasukan lampiran dari buku Konosuke Matsuhita dalam bukunya Nor for Bread Alone halaman 23, 36-37, 86. Pada bulan Juli 1933 Konosuke Matsuhita memberi beberapa prinsip berikut ini yang menjadi pedoman kegiatan sehari-hari dan menjadi pendorong bagi setiap orang dalam perusahaannya :
Semangat pelayanan melalui industry (yang dijalankan perusahaan itu).
Semangat Fairness
Semangat harmoni dan kerjasama
Semangat kerja keras untuk maju
Semangat hormat dan rendah hati
Semangat mengikuti hokum alam
Semangat bersyukur.
Selain prinsip-prinsip tersebut Matsuhita percaya bahwa “setiap perusahaan, betapapun kecilnya, harus mempunyai tujuan-tujuan yang jelas selain mengejar keuntungan. Tujuan-tujuan itulah yang membenarkan keberadaannya ditengah kita. Bagi saya tujuan-tujuan seperti itumerupakan suatu panggilan, suatu misi secular bagi dunia ini. Kalau pejabat eksekutif utama telah memiliki misi ini, ia dapat memberikan para pegawainya apa yang ingin dicapai oleh perusahaan itu, dan menjelaskan hakikat serta cita-citanya. Jika para pegawainya memahami bahwa mereka tidak hanya bekerja untuk sesuap nasi, mereka akan dimotivasi untuk bekerja keras secara bersama demi mewujudkan tujuan bersama tadi. Dalam proses tersebut merekan akan belajar lebih dari yang mereka peroleh kalau tujuan mereka hanya dibatasi pada skala upah saja. Mereka akan mulai tumbuh sebagai manusia, sebagai warga Negara, dan sebagai orang bisnis.”
Bagi Matsuhita, prinsip yang juga perlu dipegang adalah bahwa entah Anda berhubungan dengan industry khusus tertentu, sebuah komunitas atau sebuah bangsa, hal yang paling penting untuk diingat adalah memperhatikan kebaikan semua pihak secara keseluruhan. Pada akhirnya, kepentinganmu sendiri paling bias dijamin kalau kepentingan semua orang terlayani.
Banyak orang berpendapat bahwa laba merupakan sasaran dari sebuah badan usaha, hal tersebut sebenarnya bersifat kontroversional. Banyak juga badan usaha yang tidak menempatkan laba sebagai sasaran (misalnya organisasi masjid atau keagamaan lainnya, organisasi sekolah, dan badan-badan usaha yang berorientasi pada pelayanan sosial dan kesejahteraan umat).
Jika ada faktor laba yang ditetapkan sebagai sasaran, maka laba tersebut akan didapat dengan cara yang tidak langsung, yakni setelah sasaran-sasaran lain tercapai. Laba merupakan mata rantai terakhir dari suatu rantai kegiatan yang panjang, ia merupakan pruduk sampingan dari kegiatan usaha langsung lainnya. Seorang manajer tidak dapat langsung keluar dari penunjang atau sasaran untuk menghasilkannya. Arti penting yang diberikan kepada sasaran-sasaran yang dalam manajemen telah member arah baru kepada praktek-praktek manajemen yang didasarkan kepada sasaran yang ingin dicapai (Managemen by Objective).
Didalam konsepsi tersebut ditetapkan bahwa setiap manajer dapat mencapai hasil yang telah ditetapkan sebelumnya dan diharapka dapat dicapai dalam suatu waktu tertentu. Ia bertanggungjawab sepenuhnya dan hasilnya dievaluasi berdasarkan sukses yang diraihnya. Sasaran-sasaran ditetapka oleh manajer yang langsung bertangung jawab terhadap pekerjaan menurut skala prioritasnya. Berbagasasaran dari semua manajer dihimpun dan diajukan kepada pimpinan perusahaaan yang mungkin akan mengadakan modifikasi disesuaikan dengan sasaran umum perusahaan. Sasaran-sasaran yang disetujui dikembalikan kepada manajer yang bersangkutan untuk dilaksanakan.
BAB III
Forecast, Asumsi, Strategi dan Planning
Forecasting merupakan usaha untuk meramal melalui studi dan analisa terhadap data yang tersedia, potensi oprasional dan kondisi-kondisi dimasa yang akan datang. Forecasting juga merupakan cara untuk mengetahui labih dahulu situasi dari lingkungan social dimasa yang akan datang dimana erusahaan akan melakukan kegiatannya. Walaupun seluruh forecast tidak luput dari kesalahan dan harus percaya pada pekiraan-perkiraan saja, forecasting merupakan prasyarat yang penting untuk perencanaan manajemen. Untuk mengurangi kesalahan, para manajer harus memeriksa dengan teliti seluruh asumsi yang menunjang forecast mereka. Dengan demikian perlu dimaklumi bahwa forecast tidak dapat dibuat secara sempurna.
Keahlian membuat forecasting bias dapat melalui : (a) pemakaian tatacara yang tertib dalam penelitian data yang digunakan untuk membuat perkiraan-perkiraan, (b) mencatat pandangan dan partisipasi para manajer utama didalam pembuatan forecasting, (c) pengecekan periodik terhadap hasil yang sebenarnya dibandingkan dengan forecast yang bersangkutan dan mencatat alasan-alasan dari penyimpangan-penyimpangan pokok dan (d) penyempurnaan forecasting didasarkan pada pengalaman .
Gambar 1 memperlihatkan sarana untuk forecast sales dari sebuah perusahaan. Perhatikan bahwa data yang datang dari berbagai sumber dikumpulkan dan dihimpun kedalam perkiraan perusahaan.
Untuk merumuskan rencana yang sesungguhnya, seorang manajer menggunakan asumsi dan unsure-unsur yang bersifat terbatas. Dengan itu, ia berusaha untuk mengurangi ketidak pastian yang terdapat didalam masa depan dan sekaligus membentuk landasan untuk perencanaan. Asumsi menunjukan latar belakang dari perkiraan kejadian yang berpengaruh kepada planning dan diharapkan akan terjadi. Asumsi seperti itu harus dibuat, jika tidak maka planning tidak tidak mungkin tersusun. Misalnya, seseorang tidak dapat membuat sebuah master planuntuk perusahaannya apabila ia tidak membuat asumsi dari pasar-pasar dimasa yang akan datang, harga-harga, pajak dan pertambahan penduduk.
Selain daripada itu, keterbatasan atau batas-batas yang memagari usaha-usaha planning membawa pengaruh kepada pekerjaan dari pembuat rencana tersebut. Untuk lebih jelasnya, sumber informasi dasar yang tersedia bagi manager, falsafah dan kondisi-kondisi serta batas-batas yang berhubungan dengan usaha manajer dalam membuat perencanaan. Keterbatasan akan membatasi perencanaan dalam areal yang dianggap cocok oleh planner yang bersangkutan.
Baik asumsi maupun keterbatasan membentuk “pagar” mengelilingi tempat pembuatan perencanaan, tetapi keterbatasan mempengaruhi jalan pikiran planner dan menyediakan dasar untuk membuat perencanaan, dibandingkan dengan asumsi. Perhatikan bahwaasumsi dan keterbatasan tidak menghasilkan rencana yang spesifik. Kedua unsure tersebut hanya merupakan sarana untuk menentukan dan memasuki lingkungan dari masa yang aka datang. Perhatikan juga bahwa seluruh perencanaan yang didasarkan pada asumsi hanya didasarkan pada ramalan. Walaupun demikian, beberapa asumsi hanya mencakup sedikit ketidakpastiannya.
Jika asumsi-asumsi juga memiliki unsure ketidakpastian setinggi itu, ada orang-orang yang berpendapat bahwa planning merupakan suatu permainan tebak-tebakan saja. Ramalan-ramalan digunakan untuk membuat asumsi, bukan membuat rencana. Planning memiliki konotasi yang lebih luas dan digunakan untuk berbagai tujuan. Dengan planning kita dapat membedakan elemen-elemen yang dapat dikendalikan dan yang tidak dapat kita kendalikan.
Didalam sebuah perusahaan dapat dibuat perencanaan dengan berbagai asumsi, tetapi harus mempunyai korelasi agar dapat diintegrasikan kedalam rencana induk perusahaan. Selanjutnya, dan disesuaikan dengan kondisi waktu yang nyata. Rencana-rencana yang dibuat oleh berbagai sub unit perusahaan tidak dapat lepas dari rencana induk yang mencakup seluruh sub rencana. Untuk dapat membuat suatu rencana yang cukup berbobot, maka manajer yang bersangkutan harus memiliki ionformasi yang bersangkutan dengan :
Lingkungan, yakni data tentang ekonomi, politik dan faktor-faktor social yang berpengaruh terhadap iklim oprasional dari perusahaan yang bersangkutan.
Persaingan, yakni informasi tentang (a) industri dan (b) sasaran-sasaran yang telah dicapai oleh anggota-anggota perusahaan didalam industri tersebut.
Perusahaan yang bersangkutan, yakni identifikasi tentang kekuatan perusahaan, kelemahan, sifat-sifat, pencapaian tujuan dan ambisi-ambisi.
Tidak semua informasi tersebut akan member manfaat. Pebuat rencana harus memiliki informasi-informasi yang relevan dengan tugasnya. Informasi yang berlebih atau kurang dapat menghambat perencanaan. Ia harus menjaga supaya tidak tergesa-gesa membuat asumsi jika tidak terdapat cukup fakta tentang suatu kegiatan tertentu, terutama jika sebaliknya terbukti bahwa data yang dibutuhkan itu ada.
Fakta-fakta membantu menetapkan asumsi dan perumusan rencana. Smpai pada suatu tingkatan tertentu, fakta-fakta membantu membentuk batas-batas perencanaan. Tetapi harus diingat pula bahwa intuisi, penilaian dan pembuatan terkaan merupakan unsur-unsur yang penting bagi sebagian besar rencana-rencana. Manajer yang bersangkutan bukan semata-mata mencari fakta kemudian merangkumnya menjadi bingkisan rencana yang baik.
BAB IV
Menyusun Staf Organisasi
Di dalam menyusun sebuah organisasi, perlu sekali menggunakan pembagian tugas yang sebaik-baiknya dan member wewenang-wewenang yang tepat; namun demikian yang lebih penting lagi ialah akan menempatkan orang secara tepatpula ditempat-tempat tugas manajerial. Mutu para manajer menentukan sukses atau gagalnya sebuah organisasi. Pencapaian tujuan organisasi mungkin saja sudah berhasil, namun masih tetap terbuka kese,mpatan untuk menyempurnakan unit-unit organisasi dan hubungan hubungan wewenang yang telah ada. Walaupun demikian, apabila para manajer kurang cakapmemimpin organisasi tersebut,maka sudah dapat dipastikan bahwa hasilnyapun kurang baik. Oleh karna itu, perlu sekali diperhatikan bahwa tugas-tugas harus dilaksanakan dengan suatu keahlian. Pengisian posisi-posisi manajerial dikatakan oleh beberpa kelompok paham manajemen sebagai “staffing” yang menganggapnya sebagai suatu fungsi lain dari manajemen. Menurut sudut pasdang mereka , staffing merupakan kegiatan merekrut, memilih, mempromosikan, memindahkan dan pengunduran diri dari para anggota manajemen.Pendekatan tersebut mengemukakan hal yang penting dalam mengisi tugas-tugas manajerial dengan orang-orang yang tepat.
Di dalam pembahasan ini, kegiatan menyusun staf organisasi (mengisi formasi) dimasukan kedalam pengorganisasian. Kegiatan tersebut mencakup: (a) konsepsi pengorganisasian untuk menilai orang-orang yang diorganisir dan (b) kebutuhan dan pengisian penjabat manajerial dibuat menurut bentuk organisasinya dengan segala permasalahan, keunikan dan tujuannya. Apakah kegiatan staffing diberi status manajerial tersendiri atau tidak, hal tersebut merupakan suatu keputusan akademik. Memang betul, tugas-tugas untuk mempertahankan personalia organisasi merupakan sesuatu yang vital dan harus diperhatikan serta dipelajari dalam manajemen.
Tanggung jawab untuk menyusun staf (staffing) dari suatu organisasi terletak pada semua manajer dari setiap tingkatan.Biasanya, bagian kepegawaian akan member bantuan teknis dan menunjang keinginan serta wewenang manajer yang mempunyai tugas-tugas tertentu. Pada umumnya, bagian kepegawaian membatasi kegiatannya hanya pada penyaringan dan menyelenggarakan seleksi pelamar yang memenuhi syarat.
Daftar Pustaka
George R. Terry, Guide to Management, PT Bumi Aksara
DR. A. Sonny Keraf, Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya, Pustaka Filsafat
Konosuke Matsuhita, Nor for Bread Alone
Makasih sob materi manajemennya.. Lengkap sekali
BalasHapuskunjungi dan komen balik ya
http://ikubarunovryan.blogspot.com/search/label/Ekonomi
ok bro makasih banyak
BalasHapus